Saturday, February 20, 2010

GUNUNG LAWU ( Pertapaan Raja Brawijaya V )

Raja majapahit Terakhir

Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Lawu
memiliki panorama alam yang indah. Banyak wisatawan minat khusus yang
mendakinya. Gunung ini pun kerap disambangi para peziarah karena
menyimpan obyek-obyek sakral bersejarah.

Di gunung berketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini
memang menyimpan berbagai peninggalan sejarah kerajaan Majapahit
seperti, Candi Ceto, Candi Sukuh yang Tempat sakral di sekitar Gunung
Lawu terutama petilasan-petilasan Raden Brawijaya seperti Pertapaan
Raden Brawijaya, dan Cengkup (rumah kecil yang ditengah-tengahnya
terdapat kuburan). Konon nisan yang ada di Cengkup itu adalah
Petilasan Prabu Brawijaya, bekas Raja Majapahit yang lebih dikenal
dengan sebutan Sunan Lawu. Cangkup dan tempat pertapaan Raden
Brawijaya ini terletak di Hargo Dalem, puncak tertinggi kedua Gunung
Lawmerupakan peninggalan Raden Brawijaya selama dalam pelariannya.

Gunung Lawu adalah gunung yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar
terutama penduduk yang tinggal di kaki gunung. Tidak heran bila pada
bulan-bulan tertenu seperti bulan Syuro penanggalan Jawa, gunung ini
ramai didatangi oleh para peziarah terutama yang datang dari daerah
sekitar kaki Gunung Lawu seperti daerah Tawamangun, Karanganyar,
Semarang, Madiun, Nganjuk, dan sebagainya.Mereka sengaja datang dari
jauh dengan maksud terutama meminta keselamatan dan serta
kesejahteraan hidup di dunia. Lokasi yang dikunjungi para peziarah
terutama tempat yang dianggap keramat seperti petilasan Raden
Brawijaya yang dikenal oleh mereka dengan sebutan Sunan Lawu. Selain
itu Sendang Derajat, Telaga Kuning, dsb.

Peninggalan- peninggalan besejarah itu menjadi salah satu saksi sejarah
bahwa bangsa kita sejak dahulu berbudaya tinggi oleh karenanya patut
dilestarikan karena memberi nilai lebih pada gunung ini. Di puncak
Gunung Lawu ini, menurut cerita yang berkembang di masyarakat yang
tinggal di kaki, bahwa Raden Brawijaya lari ke Gunung lawu untuk
menghindari kejaran pasukan Demak yang dipimpin oleh putranya yang
bernama Raden Patah, serta dari kejaran pasukan Adipati Cepu yang
menaruh dendam lama kepada Raden Brawijaya.

Konon Raden Brawijaya meninggal di puncak Gunung Lawu ini dibuktikan
dengan adanya Cengkup serta petilasan-petilasan nya di puncak Gunung
Hargo Dalem dengan ketinggian 3.148 .
Menurut kisah, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, muncul kerajaan
Islam yang berkembang cukup pesat yaitu Kerajaan Demak yang dipimpin
oleh seorang raja bernama Raden Patah, masih merupakan putra Raden
Brawijaya. Beliau menjadikan Kerajaan Demak menjadi kerajaan besar di
Jawa. Pada saat itu Raden Patah bermaksud mengajak ayahnya yaitu Raden
Brawijaya memeluk agama Islam, akan tetapi Raden Brawijaya menolak
ajakan anaknya untuk memeluk ajaran yang dianut Raden Patah.

Raden Brawijaya tidak ingin berperang dengan anaknya sendiri dan
kemudian Raden Brawijaya melarikan diri. Penolakan ayahnya untuk
memeluk agama Islam membuat Raden Brawijaya terus dikejar-kejar oleh
pasukan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Untuk menghindari
kejaran pasukan Demak, Raden Brawijaya melarikan diri ke daerah
Karanganyar. Disini Raden Brawijaya sempat mendirikan sebuah candi
yang diberi nama Candi Sukuh yang terletak di Dusun Sukuh Desa Berjo
Karanganyar. Tetapi belum juga merampungkan candinya, Raden Brawijaya
keburu ketahuan oleh pasukan Demak, pasukan Demak dan
pengikut-pengikut Raden Patah terus mengejarnya sehingga Raden
Brawijaya harus meninggalkan Karanganyar dan meninggalkan sebuah candi
yang belum rampung.

Kemudian Raden Brawijaya melarikan diri menuju kearah timur dari Candi
Sukuh. Di tempat persembunyiannya, Raden Brawijaya sempat pula
mcndirikan sebuah Candi, tetapi sayang tempat persembunyian Raden
Brawijaya akhirnya diketahui oleh Pasukan Demak. Raden Brawijaya
melarikan diri lagi dengan meninggalkan sebuah candi yang sampai
sekarang dikenal masyarakat dengan sebutan Candi Ceto. karena merasa
dirinya telah aman dari kejaran Pasukan Demak, Raden Brawijaya sejenak
beristirahat akan tetapi malapetaka selanjutnya datang lagi kali ini
pengejaran bukan dilakukan oleh Pasukan Demak tetapi dilakukan oleh
pasukan Cepu yang mendengar bahwa Raden Brawijaya yang merupakan Raja
Majapahit bermusuhan dengan kerajaan Cepu masuk wilayahnya sehingga
dendam lama pun timbul.

Pasukan Cepu yang dipimpin oleh Adipati Cepu bermaksud menangkap Raden
Brawijaya hidup atau mati. Kali ini Raden Brawijaya lari ke arah
puncak Gunung Lawu menghindari kejaran Pasukan Cepu tapi tak satu pun
dari pasukan Cepu yang berhasil menangkap Raden Brawijava yang lari ke
arah puncak Gunung Lawu melalui hutan belantara. Didalam persembunyian
di Puncak Gunung Lawu, Raden Brawijaya merasa kesal dengan ulah
Pasukan Cepu lalu ia mengeluarkan sumpatan kepada Adipati Cepu yang
konon isinya jika ada orang-orang dari daerah Cepu atau dari keturunan
langsung Adipati Cepu naik ke Gunung Lawu, maka nasibnya akan celaka
atau mati di Gunung Lawu.
Dan katanya bahwa sumpatan dari Raden Brawijaya ini sampai sekarang
tuahnya masih diikuti oleh orang-orang dari daerah Cepu terutama
keturunan Adipati Cepu yang ingin mendaki ke Gunung Lawu, mereka masih
merasa takut jika melanggarnya.

Sendang Panguripan & Drajat

Tempat yang sering didatangi oleh para peziarah selain tempat yang ada
di puncak Hargo Dalem dan Hargo Dumilah adalah Sendang Panguripan dan
Sendang Drajat. Konon di Sendang Panguripan memiliki kekuatan
supernatural. Di Sendang Panguripan ini sumber airnya sering
dimanfaatkan oleh para peziarah untuk mencari kehidupan. Mereka
percaya sumber air yang ada di sana, airnya pernah dimanfaatkan oleh
Raden Brawijaya ketika mendaki Gunung Lawu dan sampai sekarang
masyarakat percaya bahwa air yang digunakan oleh Raden Brawijaya di
Sendang Panguripan sangat berkhasiat. Sama seperti Sendang Panguripan
di Sendang Drajat pun airnya sering dimanfaatkan oleh para peziarah.
Konon airnya memiliki kekuatan supernatural untuk menyembuhkan
berbagai penyakit.

Disamping kaya dengan sejarah dan misteri Kerajaan Majapahit, Gunung
Lawu juga kaya akan berbagai obyek wisata alam seperti objek wisata
alam Tawangmangu dengan air terjun Grojogan Sewu, Telaga Sarangan
dengan keindahan danaunya yang begitu memesona, Candi Ceto dan Candi
Sukuh yang merupakan Candi yang dibuat oleh Raden Brawijaya selama
dalam pelarian, serta tidak kalah menariknya adalah wisata alam
mendaki Gunung Lawu.Berbagai fasilitas menuju Puncak Gunung Lawu
tersedia dengan baik. Untuk mendaki Gunung Lawu terdapat beberapa rute
Pendakian seperti Cemoro kandang, Cemoro Sewu, Ceto, dan Jogorogo yang
memasuki wilayah Ngawi Jawa Timur. Tetapi disarankan untuk melalui
jalur Cemoro Kandang. Kalau melalui Cemoro Kandang waktu yang
dibutuhkan sekitar 9 sampai 10 jam perjalanan pendakian, dan untuk
turun dibutuhkan waktu sekitar 5 sampai 6 jam.

Jika melewati Cemoro Kandang terlebih dahulu kita akan melewati
beberapa rute pendakian seperti Pos pendakian Cemoro Kandang, Taman
Sari Bawah, Taman Sari Atas, Parang Gupito, Jurang Pangarif-ngarif,
Ondorante, Cokro Srengenge yang termasuk Pos IV serta Pos terakhir
yaitu Pos V. Di sini terdapat pertigaan, kalau berbelok ke kanan kita
akan menuju Puncak Hargo Dumilah yang merupakan puncak tertinggi
dengan ketinggian 3.265 meter dpl, dan jika lurus kita akan menuju
Puncak Hargo Dalem 3.148 meter dpl.

Dari puncak Gunung Lawu kita akan disuguhi peristiwa alam matahari
terbit yang indah. Bila memandang kearah Barat akan tampak terlihat
puncak Gunung Merapi, Merbabu. Dan kalau melihat ke arah Timur akan
terlihat keindahan Puncak Gunung Kelud, Butak, dan Gunung Wilis yang
membentuk lukisan alam menawan. Jika ingin mendaki menuju Puncak
Gunung Lawu tidak terlalu ramai sebaiknya pada hari Senin sampai
Jumat.

Seni Patung Peninggalan Majapahit

Beberapa jenis burung bisa ditemui di kawasan Gunung Lawu, sepcrti
Burung Anis, Perjak, Kaca Mata, dan Burung Kerak. Tumbuhannya antara
lain Cemara gunung, Bunga Eidelweiss, Cantigi, pohon karet hutan,
Beringin, Rustania, dan Puspa. Bunga Eidelweiss tumbuh subur terutama
di lembah dan lereng Gunung Lawu, mulai dari jalur antara Pos IV dan
Pos V. Sampai sekarang ekosistem tumbuhan dan binatang yang hidup di
kawasan Gunung Lawu masih terjaga dengan baik karena masyarakat yang
tinggal di kaki Gunung merasa takut jika hutannya dirusak, maka
penguasa Lawu yakni Sunan Lawu yang tak lain adalah Sang Prabu
Brawijaya, akan marah besar. Warga yang berdiam di sekitar Gunung Lawu
dominan pelakon utuh ajaran Kejawen . Mereka amat menyucikan candi di
kawasan berketinggian 1.400 meter dari atas permukaan laut ini. Tidak
sembarang warga diizinkan masuk, lebih-lebih yang sedang datang bulan.
Masyarakat tak hendak mengabaikan peringatan yang ada. Jika dilanggar,
tentu akan ada akibat kurang baik bisa dialami.

dari http://sejarah- puri-pemecutan. blogspot. com/2010/ 01/gunung- lawu.html

7 comments:

Gary said...

bagus cerita nya , gue pengen ketemu sama raja majapahit , alias / prabu brawijaya V ..

Anonymous said...

yakin tuh sejarah...??????
refrensi dari mana. kalau di kasih nama sunan lawu brati sempet masuk islam dong sebelum mati, kasih refrensi kalo mu tulis sejarah..
thx. tapi ceritanya lumayan seru ^_^

obleng said...

gary: terima kasih, semoga anda bertemu disana hehe

mas.?? : ini saya dapat dari seorang teman yang cukup bisa di pertanggung jawabkan hehe

all terima kasih

june said...

10 tahun yang lalu saya pernah ke gunung lawu, yang paling berkesan adalah pada saat datang dan pulang selalu diiringi bunyi gamelan, semoga gunung lawu tetap terjaga alamnya dan salam saya untuk sunan lawu.

dewi said...

yang mengiringi siapa tuh....?

Anonymous said...

salut banget...bukti sejarah yang gak akan tergerus peradaban dan budaya lain....sampai kapanpun,kita adalah INDONESIA.

supono said...

memang benar dalam artikel saya sudah 10 kali pendakian tak hanya bulan suro tapi juga tg 1 tahun baru biasanya kawulo muda suka di puncak hargo dumilah