Wednesday, October 27, 2010

Sejarah Dan Perkembangan Panjat Tebing Di Indonesia

Awal mulanya diilhami oleh referensi dari Epora. Tahun 1976 patok panjat tebing modern di Indonesia pertama kali. Dengan tali nilon Harry suliztiarto panjat memanjat di Citatah. Perkembangannya dengan didirikannya Skyger Amauter Rock Climbing Grup.
Di tahun 1980 pertama kali tebing Parang di panjat tim Wanadri yang juga tim pertama kali ekspedisi ke Cartensz pegunungan Jaya Wijaya. Skyger School pertama kali di adakan sebelumya tahun 1971 Mapala UI mencapai Puncak Jaya.
Pada tahun 1980-an berbagai ekspedisi dilakukan. Tahun 1981 dua ekspedisi Indonesia di dinding selatan Cartensz Mapala UI dan ITB. Hartono Basuki gugur di sini. 1982 Ahmad Fatahadi ( Alm) dari kelompok Gideon Bandung tewas terjatuh, korban pertama panjat tebing modern Indonesia. Masih bayak lagi kegiatan - kegiatan besar di duia panjat tebing Indonesia antara lain speed climbing yang dilakukan oleh Sandi ( Alm) dengan Djati di tebing Parang rekor di jalur 240. pemanjatan long Route berkembang berprestasi sehingga didirikan wadah pemanjat Indonesia dengan nama Federasi Panjat Tebing Indonesia.

Tuesday, October 19, 2010

Tebing Pawon, Citatah

Citatah --- Jangan ngaku pemanjat deh, kalo ngga pernah denger tempat ini, iya ngga sob? Pegunungan kapur Citatah memang sejak dulu dikenal sebagai daerah bersejarah bagi para pemanjat di Indonesia. Karena memang disinilah olahraga panjat tebing modern lahir di tanah air.
Tapi tahu ngga, kalo sebenarnya ada satu bagian di Citatah yang paling bersejarah? ya “Gua pawon” namanya. Sarang kampret (kelalawar) ini berjarak 25 kilometer dari Kota Bandung. Nah… Kalo mau tahu, lokasinya ada di Kampung Cibukur, Desa Masigit, Kecamatan Citatah, Padalarang Kabupaten Bandung barat.
Tempatnya yang tersembunyi diantara tebing 90 dan tebing 48, gua pawon yang dalam bahasa Indonesia berati dapur ini awalnya kurang mendapat perhatian dikalangan pemanjat. kecuali mereka para petualang mistik, karena lokasi ini sejak lama dijadikan tempat bersemedi. Namun sejak kelompok Riset Cekungan bandung (KRCB) menemukan fosil manusia purba pada oktober 2003, bersama 2.250 fosil binatang dan lebih 2000 artefak yang digunakan manusia pra sejarah, lokasi ini mulai ramai dikunjungi berbagai lapisan masyarakat yang penasaran ingin melihat tampang nenek moyang mereka.
Sebagai tambahan, fosil yang diberi nama manusia pawon ini, saat ditemukan dalam posisi meringkuk, cara yang lazim dilakukan manusia pra sejarah ketika menguburkan jenazah. Posisi yang sama ketika manusia di dalam kandungan.
Umur manusia pawon (the cave man) ini diperkirakan berusia 5000 hingga 8000 tahun. Nah, bila menilik usianya, berarti sobat kecil ini hidup ketika Bandung masih berbentuk danau kaldera raksasa, atau hidup sebelum jamannya nabi Inrahim di tanah semit sana (usia nabi Ibrahim diperkirakan sekitar 4000 th s.d sekarang) atau bila dibandingkan dengan DNA tertua manusia yang berusia 250 ribu tahun, berarti fosil ini termasuk manusia modern (homo sapiens).
Karena bernilai sejarah, maka sejumlah fosil manusia gua yang ditemukan disini sekarang disimpan di balai arkeologi bandung di daerah Cileunyi. Jadi, kalo anda berkunjung ke gua pawon, jangan harap bertemu manusia jaman dulu dengan versi asli. Karena yang anda lihat hanyalah bentuk replika belaka.

Rock garden 

Gua Pawon tidak hanya menyembunyikan fosil manuia purba ataupun menghasilkan kotoran kampret untuk dijadikan kompos. Tapi di sini juga kita bisa belajar tentang proses pembentukan dan sejarah batuan.
Susunan batuan di Rock garden cukup unik, bila diperhatikan umumnya berbentuk koral dan kerang-kerang sejenis algae dalam bentuk fosil. Tapi sayang, karena alasan ekonomi, sedikit demi sedikit masyarakat mengeksploitasi kawasan gua pawon dan gunung masigit secara berlebihan padahal batuan ini sudah terbentuk sebelum manusia dilahirkan dan butuh waktu jutaan tahun lagi untuk membentuknya.

Manjat di Gua pawon


Sebagai daerah pegunungan kapur lainnya, gua pawon tidak luput dari perhatian para pemanjat. Tedy Ixdiana salah seorang pembuat jalur produktif asal kota Bandung, membuat beberapa jalur sport di gua Pawon. 
Namun sayang, karena jumlahnya yang terbatas dan karena bau guano (kotoran kelalawar) yang menyengat jalur-jalur disini mulai ditinggalkan para pemanjat. Bahkan pembuat jalur pun, ketika tulisan ini disusun lupa nama dan data jalur. Sehingga sesuai kesepakatan dengan pembuat jalur (tedy Ixdiana), penulis bersama teman-teman dari FPTI Kota Bogor menamakan jalur-jalurnya dengan versi sendiri dan sekarang, bila anda berkunjung ke gua pawon, hanya tersisa 5 jalur sport yang masih layak untuk dipanjat.
Namun yang paling disesalkan, sebagai sebuah situs, gua Pawon sangat tidak terawat. Selain ulah vandalisme dengan mencorat-coret tebing,sebagian penduduk juga menjadikan guano sebagai mata pencaharian untuk produksi pupuk. Sehingga jangan heran bila anda manjat di sini, anda akan berdiri di atas teras sempit bertanah bolong dengan latar belakang jurang yang dalam, karena petani mengeruk tanahnya sebagai bahan pupuk. (jajang dirajanagara/ fpti kota bogor/ jakarta, nov 2008)
Jalur Sport di Gua Pawon


No
Route Name
Type
Grade
Length
(m)
Runner
Created
Block
By

1
Kori (Corner Riweuh)
Sport Climbing
5.11
5
3
92-93

 Tedy  Ixdiana
2
Beralas Koran
Sport Climbing
5.10
7
5
92-93

 Tedy
Ixdiana
3
Bau
Sport Climbing
5.10
9
8
92-93

 Tedy Ixdiana
4
kukudaan
Sport Climbing
5.10
12
9
92-93

 Tedy Ixdiana
5
kakarayapan
Sport Climbing
5.9
10
9
92-93

 Tedy Ixdiana

Cara menuju lokasi


Berkunjung ke gua Pawon, sebenarnya tidak terlalu sulit. Karena lokasinya diantara jalan utama antara Jakarta – Bandung menjadikan lokasi ini mudah dikenali dan yang pasti jalan desa menuju lokasi ada diantara tebing 48 dan tebing 90.
Dari jakarta anda bisa memilih Rute: Jakarta – Bogor - Puncak – Cianjur – Citatah.
Dari jakarta anda juga bisa memilih rute: Tol cipularang – Padalarang- kembali ke arah Cianjur.
Dari bandung anda dapat memilih rute: Tol padalarang – tagog apu – Citatah

Tebing Ciampea Bogor

Bila membicarakan tebing Ciampea, sepertinya diri ini memutar mesin waktu kembali ke masa lalu. Saat remaja kurus ini masih berseragam putih-abu, menjejakan jempol kaki diatas cadas tanpa sepatu, dan bergantung pada seutas webbing, tak lain untuk menggapai setiap pengaman terakhir di jalur putih, jalur kambing dan jalur toke. Nah ngomong-ngomong soal jalur-jalur diatas, setiap pemanjat pemula yang pernah menjejakan kakinya di tebing Ciampea pasti mengenalnya.

Tentu perkenalan ini bukan disebabkan jalurnya menantang namun karena justru tingkat kesulitannya yang moderat dan berjenjang. Sehingga cocok bagi pemanjat pemula seperti remaja berambut belah pinggir ini untuk mulai memahami setiap bentuk cacat batuan. Makanya, hampir setiap libur dan akhir pekan di tahun 1993, remaja yang belum berkaca mata inipun mulai gandrung menyambanginya. Keranjingan batu tepatnya

Namun seiring waktu, jalur-jalur sport tersebut hanya menjadi bagian rutinitas dalam setiap sesi latihan. Karena latihan pun terus berkembang  mulailah diri ini menjajal jalur-jalur dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, seperti jalur bicycle, tiga bor dan intifada.

Akhirnya rasa bosan pun kembali mendera. Saat jalur-jalur tersebut pun kembali dikuasai.

Jalur-jalur baru di Ciampea
Dibandingkan dengan jalur-jalur sport yang tersedia di tebing kalapanunggal maupun Citatah. Tebing Ciampea tentu berbeda, hal ini disebabkan minimnya permukaan batuan. Maka gagasan membuat jalur-jalur barupun sempat tertunda hingga beberapa tahun kedepan.

Namun karena besarnya hasrat, aksi pembuatan jalur pun tetap dilakukan. Diawali dengan semangat Indra membuat jalur Taliban, disusul Andri “kebo” dengan membuat jalur Strawberry-Tiram, tak mau ketinggalan penulis pun membuat jalur West Bank dan akhirnya ditutup dengan upaya bersama merestorasi pengaman-pengaman jalur Revolution yang berkarat dan terlupakan. Jalur revolution memang lama terabaikan karena cukup sulit dipanjat dan batuannya selalu basah. 

Sepi dan Terabaikan
Mereka yang pernah datang ke tebing Ciampea diawal dekade 90-an hingga tahun 2000-an tentu pernah merasakan sesaknya teras di tebing Ciampea oleh gerombolan-gerombolan pemanjat dari berbagai klub dan organisasi. Saking ramainya, jangan harap anda yang pemalu ataupun malas mengantri bakal kebagian jalur “ngga bakalan ada jalur yang nganggur man”. Kecuali jalur tangga yang memang lebih sering dipakai untuk latihan naik turun tebing (ascending-descending) maupun hanya sekedar latihan mengenal olahraga ini.
Tapi itu semua hanya tinggal cerita, tebing Ciampea semakin hari semakin kehilangan magnetnya menggaet mereka yang mengaku pemanjat. Pemanjat yang seharusnya bisa berprestasi di tebing alam dan tebing buatan. Kini alih-alih hanya sekedar mengejar kompetisi demi uang dan pengakuan hanya di arena tebing buatan. (jajang dirajanagara/ fpti kota bogor/ des 08)

Jalur-jalur di Ciampea




No
Route Name
Type
Grade
Length
(m)
Runner
Created
Block
By

1
Putih
Sport Climbing
5.8
5
2



2
Revolution
Sport Climbing
5.12
11
5
2002


3
Kambing
Sport Climbing
5.9
11
3

   
Ibe 
4
West Bank
Sport Climbing
5.11
7
3
2002

Jajang 
5
Tiga Bor
Sport Climbing
5.11
5
2



6
Intifada
Sport Climbing
5.12
5
3
1989

 Mauly
7
Bicycle
Sport Climbing
5.10
7
3
1989

 Mauly
8
Taliban
Sport Climbing
5.11b
9
5
2000

 Indra
9
Toke
Sport Climbing
5.9
7
3



10
Strawberry
Sport Climbing
5.8
8
3
2002

 Andri kebo
11
Tiram
Sport Climbing
5.8
7
3
2002

 Andri Kebo
12
Momen in Time
 (M I T)
Sport Climbing
5.11d
4
2



13
Tangga
Clean Climbing
5.7
15
-




Karaktertistik Tebing Ciampea

Jenis Batuan : limestone
Ketinggian   : 5 - 30 M
Jumlah Jalur : 13 jalur
Grade         : 5.8 - 5.12
Character pegangan : Variatif ( dominasi pocket )
System Pemanjatan : - Sport Climbing
Interest : - Pemandangan puncak tebing dikelilingi sawah & hutan
              - Fauna : Monyet, burung Udang, Ular, Tokek, burung elang dll
              - Flora  : Carsen, Anggrek liar dll
              - Bio thermal yg ada di tengah sungai ( lumayan bisa dipake mandi)

Menuju Lokasi

Dari Jakarta anda bisa memilih rute: Jakarta-Bogor-Ciampea-Leuwi Kancra

Obat tradisonal untuk diare

Ramuan Obat Tradisional 1 :

Daun jambu biji sebanyak 30 gram direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat.

Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari



Ramuan Obat Tradisional 2 :

Daun urang-aring sebanyak 30 gram direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat.

Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari



Ramuan Obat Tradisional 3 :

Kulit delima kering sebanyak 30 gram dan 10 gram daun teh direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, kemudian air rebusannya diminum selagi hangat.

Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari



Ramuan Obat Tradisional 4 :

Cuci bersih 2 jari kayu bungur, lalu tumbuk sampai halus. Seduh dengan ½ cangkir air, aduk sampai rata lalu saring.

Pemakaian : Minum sekaligus.



Ramuan Obat Tradisional 5 :

Remas-remas daun cincau di dalam air masak, saring, lalu biarkan bberapa saat sampai membentuk agar-agar. Tambahkan santan kelapa dan pemanis dari gula kelapa.

Pemakaian : Makan sekaligus.



Ramuan Obat Tradisional 6 :

Cuci bersih 2 genggam daun gude segar, lalu rebus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 ½ gelas. Setelah dingin, saring.

Pemakaian : Minum 3 kali sehari, masing-masing ½ gelas.



Ramuan Obat Tradisional 7 :

Rebus 3 potong akar iler dengan 2 gelas air hingga tersisa 1 gelas.

Pemakaian : Minum pada pagi dan sore hari.



Ramuan Obat Tradisional 8 :

Cuci bersih 5 lembar daun jambu biji serta 1 potong akar, kulit dan batangnya, rebus dengan 1,5 liter air  sampai mendidih. Setelah dingin, saring.

Pemakaian : Minum 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.

Have fun (travelling). Be responsible.

Kita – pehobi wisata – yang paling rugi jika tempat wisata makin berkurang jumlah dan daya tariknya. Padahal – sadar atau tidak – kita juga salah satu penyebabnya.

“Jadi, siapa yang harus menjaga (tempat wisata) sementara kita sudah mengeluarkan uang tak sedikit untuk bisa pergi ke sana?” tanya teman saya.

Di Amerika dan Eropa, kesadaran untuk menjaga tempat wisata sudah jadi tindakan nyata. Konsep ecotourism, green traveling dan lain-lain pun sudah banyak dijadikan komoditas wisata. Salah satu konsep alternatif yang menjaga kelangsungan lokasi wisata adalah wisata lebih bijak dan bertanggungjawab atau biasa disebut responsible traveling.

Responsible traveling bukan konsep baru. Hampir seluruh pehobi wisata – termasuk kita – telah melakukan praktik responsible traveling jauh sebelum istilah ini ada dan gerakan ini dideklarasikan secara global di Cape Town, Afrika Selatan tahun 2002.

Uniknya, konsep ini justru lahir dari para pehobi wisata dengan alasan yang kurang lebih sama dengan teman saya: ingin memastikan tempat yang hari ini mereka kunjungi, dapat dinikmati anak-cucu mereka.

Lebih dari perjalanan yang menyenangkan, responsible traveling menjanjikan wisatawan merasa nyaman (feel good) sekembalinya dari perjalanan mereka dengan meminimalkan (bukan menihilkan) dampak negatif perjalanan pada lingkungan dan masyarakat di sekitar tempat wisata.

Menurut teorinya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadi seorang responsible traveler. Memilih tempat wisata yang sedang tidak terancam kondisi lingkungannya. Memilih transportasi dengan emisi karbon paling kecil. Menginap di hotel yang menggunakan tenaga listrik alternatif dan pengelolaan sampah dengan baik. Dan yang sering terlupakan: memastikan sesedikit mungkin kunjungan kita mengkontaminasi budaya setempat.

Teman saya langsung berkerut dahi ketika kami mendiskusikan teori tersebut. Terlalu banyak syarat. Sulit. Tidak praktis. Tidak bebas. Dan sederet alasan yang memaksa saya untuk mengafirmasi diri, “Apa benar harus se-ribet itu?”

Yang penting diingat, walau tujuannya sama, aplikasi responsible traveling di Amerika dan Eropa belum tentu cocok dilaksanakan di Indonesia. Banyak praktek responsible traveling yang perlu disesuaikan agar lebih mudah dilaksanakan. Bahkan, kita bisa mulai dari hal-hal kecil dan sederhana!

Kembali ke pertanyaan teman saya, nampaknya tak perlu lagi ditanyakan siapa yang harus mulai. Dengan hal-hal yang sangat praktis, kita – pehobi wisata – bisa bangga jadi responsible traveler yang ikut menjaga tempat wisata.

Semakin banyak pehobi wisata yang menjadi responsible traveler, semakin banyak pula alasan pengelola tempat wisata, pengelola akomodasi, penyedia transport, pemerintah bahkan masyarakat sekitar lokasi wisata untuk jadi bagian dan mendapat keuntungan dari gerakan positif ini.

Tak ada pilihan lain, kita harus dan kita bisa mulai dari diri sendiri: menjadi responsible traveler di rumah sendiri.

Agar wisata Indonesia terus membawa keuntungan bagi anak bangsa, sekarang dan di masa datang.

Tips menjadi Responsible Traveler: start small!
  1. Dahulukan jalan-jalan ke tempat terdekat dari rumah kita. Selain mengurangi jejak karbon, kita bisa jadi lebih kenal dan pede jadi tuan rumah di daerah sendiri.
  2. Gunakan transportasi umum atau – jika bepergian dalam kelompok – menyewa alat transportasi bersama.
  3. Menginap di penginapan milik penduduk lokal. Selain membantu ekonomi mereka, lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan kebiasaan dan budaya setempat.
  4. Membeli makanan lokal atau, jika memungkinkan, masak dan makan bersama penduduk lokal. Selain menambah pemasukan, kita bisa belajar kehidupan mereka melalui pengalaman kulinernya.
  5. Minimalkan kerusakan alam. Bawa kembali sampah kita ketika naik gunung atau pergi ke pulau-pulau kecil.
  6. Asah kemampuan berenang sebelum snorkelling di daerah berterumbu karang. Dan seterusnya.
  7. Menawar seperlunya. Penduduk lokal punya kesempatan cari uang yang lebih sedikit dibandingkan kita – penduduk kota. Seribu rupiah yang kita hemat bisa jadi berkurangnya lauk makan mereka.
  8. Tidak mengkritik atau mencela kebiasaan setempat. Bisa jadi mereka sudah hidup dengan kebiasaan tersebut jauh sebelum kita berkunjung.
  9. Selalu minta ijin sebelum mengambil gambar penduduk lokal dan katakan sebenarnya jika memang sulit untuk menjanjikan mengirimkan foto.
  10. Membawa oleh-oleh untuk penduduk lokal. Selama berguna dan tidak berlebihan, mereka akan semakin menghargai wisatawan yang datang.
  11. Sebarkan pengalaman yang baik. Perbuatan yang baik bisa jadi virus yang baik pula. Bicarakan dengan teman dan keluarga. Buatlah blog dan pastikan banyak orang yang membaca.
Pantai Selatan P. Tidung, Kep. Seribu, Jakarta

Dayak Meratus dan Kebersahajaan

Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, merupakan daerah terkecil ketiga setelah Kota Banjarmasin dan Banjarbaru.

Dengan luas 1.743,11 Km2, HST dihuni oleh penduduk sebanyak 240.382 jiwa, terdiri dari etnis Banjar dan Dayak sebagai penduduk asli serta Jawa, Arab, Bugis, Madura dan Cina dengan jumlah yang lebih kecil.

Keanekaragaman penduduk HST dengan budaya dan perilakunya yang berbeda, membawa nuansa tersendiri di bumi `Murakata` (sebutan lain untuk HST) itu. Puluhan bahkan ratusan tahun dalam perbedaan, ternyata tidak menimbulkan konflik di sana dan masyarakatnya hidup dalam keharmonisan.

Etnis Banjar adalah mayoritas yang menguasai sebagian besar aspek kehidupan. Sementara, etnis Dayak yang mendiami wilayah pegunungan Meratus, meski juga merupakan penduduk asli tetapi memiliki peran yang lebih kecil, bahkan terkadang lebih kecil dibandingkan etnis pendatang yang mendiami wilayah perkotaan.

Tak jarang, etnis Dayak Meratus terpinggirkan dan seakan hanya sebagai pelengkap saja ketika bersentuhan dengan persoalan administrasi pemerintahan atau penguasaan teknologi. Begitu pula ketika masuk dalam ranah ekonomi, nyaris tak ada etnis Dayak Meratus yang berperan sebagai pelaku usaha.

Etnis Dayak Meratus, biasa disebut pula suku Bukit oleh etnis Banjar Pahuluan (yang mendiami kawasan Banua Anam atau hulu) dan suku Biaju oleh etnis Banjar Kuala (yang mendiami wilayah pesisir atau hilir).

Terkadang, ada sebagian masyarakat yang menganggap sebutan suku Bukit atau Biaju sebagai ungkapan ketertinggalan terhadap suku Dayak. Mendengar kata Dayak saja terkadang memunculkan gambaran tentang etnis terasing dan primitif.

Dalam hal penguasaan teknologi, orang Banjar dikenal sebagai etnis yang lebih maju. Hal itu berkenaan dengan peran mereka yang lebih besar dalam hal itu.

Menurut Koordinator Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo Selatan, Juliade yang menaungi etnis Dayak di Kalsel, perasaan tertinggal dan terpinggirkan memang dirasakan nyata oleh etnis itu.

"Bukan hanya perasaan tertinggal tetapi bahkan banyak dari orang Dayak, khususnya mereka yang berpikiran kritis, justru beranggapan telah ditinggalkan," ujarnya.

Tertinggal dan ditinggalkan, jelas mempunyai makna yang berbeda. Bila tertinggal, artinya masih ada kesempatan untuk mengejar agar menjadi sama atau sejajar.

Namun bila ditinggalkan, menimbulkan kesan bahwa etnis Dayak memang tidak dianggap atau dengan kata lain ada unsur kesengajaan disitu. Dan itu, sungguh menyakitkan.

Perasaan ditinggalkan, nyata terungkap saat pelaksanaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) di Jakarta tanggal 17 Maret 1999 lalu. Di mana perwakilan etnis Dayak Meratus melontarkan harapan agar diakui.

Mereka menyatakan bahwa hanya akan mengakui keberadaan Negara Indonesia bila Negara mengakui mereka. Kiranya itu merupakan sebuah pernyataan di tengah keterdesakan atas sebuah pengakuan.

Mereka berharap, Negara mengakui kedaulatan masyarakat adat meliputi wilayah, agama dan tradisi sebagai bentuk penghargaan bila memang bangsa ini ingin dihargai pula.

Dalam hal ini, menurutnya tidak ada pihak yang harus disalahkan. Akses pembangunan misalnya, yang tidak menjangkau pemukiman etnis Dayak Meratus lebih disebabkan oleh lokasi mereka yang jauh di pedalaman.

"Dimana dalam hal ini, untuk melakukan pembangunan pada kawasan itu memerlukan investasi yang tidak sedikit," katanya.

Hal itu ditambah lagi letak pemukiman dalam satu wilayah yang disebut Balai, letaknya saling berjauhan sehingga aspek manfaat pembangunan menjadi berkurang karena jumlah penduduk yang sedikit.

Kondisi tersebut kemudian memunculkan kesan tentang ketidakpedulian dan keterasingan walau sebenarnya tidak semua etnis Dayak Meratus menganggapnya terlalu serius.

Berbeda dengan etnis Banjar misalnya, yang mendiami wilayah tertentu dalam jumlah banyak sehingga lebih mudah dilakukan pembangunan karena aspek manfaat yang lebih besar.

Etnis Dayak Meratus sendiri menyadari hal itu. Mereka yang lebih senang berdiam di kawasan hutan, memiliki tingkat keterbukaan lebih rendah terhadap etnis lain. Karena itulah, tak pernah terjadi konflik meski perasaan ditinggalkan itu sebenarnya ada.

"Konflik bisa muncul bila ada pihak ketiga yang berperan sebagai provokator. Provokator bisa dari luar Dayak yang memanfaatkan keluguan etnis itu untuk tujuan tertentu atau justru berasal dari etnis itu sendiri,"tambahnya.

Provokator yang berasal dari etnis itu sendiri sangat jarang terjadi bila hanya bersinggungan dengan masalah ekonomi misalnya atau bukan pada hal yang prinsipil.

Itupun biasanya, diperankan oleh orang Dayak Meratus yang telah terkontaminasi oleh kehidupan modern dengan tuntutan materialismenya.

Namun konflik akibat provokator jenis ini, biasanya tidak diikuti oleh mayoritas Dayak keseluruhan namun hanya sebagian kecil saja.

Pengamat sosial budaya dan politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin, Taufik Arbain menilai, etnis Dayak Meratus memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap pendatang atau orang dari luar etnis mereka.

"Dayak Meratus adalah kelompok etnis yang sangat bersahaja dan tidak memiliki sifat kompetitif, sangat bertolak belakang dengan etnis Banjar yang kompetitif," ujarnya yang juga Ketua Litbang Dewan Kesenian Budaya Banjar itu.

Kebersahajaan dan sifat tidak kompetitif itulah yang mendorong mereka mengambil keputusan untuk hidup menyendiri dan bersahaja, karena bagi mereka hal itu lebih baik dan lebih nyaman.

Di sisi lain, etnis Banjar meski berperan lebih dominan dalam berbagai aspek kehidupan, namun apa yang dilakukan bukanlah sebuah bentuk penguasaan secara masif sistemik.

Etnis Banjar yang memiliki sifat kompetitif, hanya menjalankan perannya di tengah kebersahajaan etnis Dayak Meratus yang membuka peluang untuk itu. Karena itulah, tak pernah ada konflik di antara kedua etnis itu.

Begitu pula etnis lain sebagai kaum pendatang. Pola yang mereka terapkan di HST bukanlah sebuah penguasaan seperti halnya yang dilakukan oleh perusahaan besar yang secara nyata telah melakukan penguasaan sumber ekonomi.

"Sebagaimana halnya manusia, potensi konflik antara etnis Dayak dengan Banjar maupun yang lainnya, selalu ada. Tetapi hal itu tidak signifikan dibandingkan dengan potensi kekhawatiran yang muncul," katanya.

Antara etnis Dayak Meratus dengan Banjar, hal itu sangat mendasar karena mereka memiliki rumpun yang sama dalam hal kebudayaan. Sehingga ketika terjadi konflik bisa mengkomunikasikan hak-hak mereka melalui pendekatan budaya.

Penyelesaian konflik dengan cara pendekatan asas rumpun yang sama berdasarkan persamaan genetik yang hanya dibedakan oleh kepercayaan, membuat konflik yang muncul tidak sampai meruncing dan melebar pada persoalan lain.

Etnis pendatang yang ada di HST, kiranya juga melakukan pendekatan serupa meski mereka tidak berasal dari rumpun yang sama. Keserasian sosial antar identitas etnis akhirnya menghindari terjadinya konflik.

"Konflik antara etnis Dayak Meratus dengan Banjar atau lainnya, dapat terjadi bila muncul kesenjangan akibat penguasaan ekonomi yang berimbas pada rasa ketidakadilan hingga memunculkan kondisi dimana hilangnya hak-hak dasar mereka," tambahnya.

Namun hal itu juga tidak terlalu signifikan sebagai penyebab munculnya konflik yang melibatkan seluruh elemen. Etnis Dayak Meratus dengan tingkat toleransi dan kebersahajaan mereka relatif dapat mentoleransi hal-hal yang berlatar belakang ekonomi.

Keadaannya akan menjadi berbeda ketika bersinggungan dengan harga diri dan budaya yang dikeramatkan.

Sebagai etnis yang menjunjung tinggi harga diri dan nilai-nilai kearifan lokal, Dayak Meratus lebih mengedepankan hal-hal budaya dengan nilai-nilai rohaniah. Sehingga, konflik hanya akan terjadi bila penguasaan ekonomi yang dilakukan etnis tertentu, bersinggungan dengan harga diri dan menabrak nilai-nilai kultural.

Di luar itu, etnis Dayak Meratus akan lebih toleransi dan lebih memilih menjalani kehidupan mereka yang bersahaja.

Mereka tidak akan pernah mempermasalahkan apapun bentuk `penguasaan` yang dilakukan etnis lain selama masih menghargai dan menghormati harga diri dan nilai-nilai kultural yang ada.

Sifat toleransi dan `mengalah` pada diri Dayak Meratus sebenarnyalah berada pada tingkatan tertinggi.

Namun bila harga diri dan nilai-nilai kultural sudah tidak lagi diindahkan, maka etnis Dayak Meratus akan memperlihatkan sikap tegas mereka yang didasari oleh sikap untuk bertahan.

Bentuk `penguasaan` oleh etnis Banjar yang kemudian diadaptasi oleh etnis pendatang lain, dilakukan dengan santun dan penuh penghormatan terhadap harga diri serta nilai-nilai kultural yang berlaku.

Sebelum memasuki ranah adat, etnis Banjar menampilkan sikap bijaksana dengan merangkul etnis Dayak melalui sebuah prosesi kebudayaan yang disebut `ba angkatan dangsanak`.

`Ba angkatan dangsanak` adalah sebuah pengakuan yang mensejajarkan antara etnis Dayak Meratus dengan Banjar. Melalui proses itu, mereka menjadi sepasang saudara sehingga tidak mungkin akan muncul konflik.

Sebuah penghormatan yang dilakukan dengan bijak sehingga bilapun muncul konflik akan dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Karena bukankah sesama saudara tidak semestinya bertikai. " Karena itulah, konflik yang bilapun ada, hanya akan berupa riak-riak untuk kemudian menghilang begitu saja," katanya.

Taufik menilai, peran pemerintah dalam hal ini sangat besar dalam upaya menghindari kemungkinan munculnya konflik antar etnis.

"Peran aktif pemerintah mutlak diperlukan. Karena konflik yang terjadi akan berimbas bukan hanya pada tatanan kehidupan mereka yang berkonflik tetapi juga kepada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.

Pemerintah dipandang perlu melakukan komunikasi secara terus menerus terhadap nilai-nilai yang menghargai keberagaman identitas etnik dan agama.

Penting dilakukan tindakan yang memberikan kesempatan dan keadilan terhadap akses sumber-sumber, seperti sumber ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, pendidikan dan kesehatan, atas masing-masing etnis.

Tak kalah pentingnya adalah menyelenggarakan kegiatan yang mengarah pada interaksi antar etnis.

"Bila terjadi konflik, pemerintah harus melakukan tindakan penyelesaian melalui pendekatan secara kultural sebelum melakukan penyelesaian secara hukum dan keamanan," tambahnya.

Melalui tindakan-tindakan itu, dipercaya akan mampu menekan kemungkinan munculnya sebuah konflik horisontal antar etnis.

Terlebih lagi pada etnis Dayak Meratus, dengan kebersahajaan mereka, konflik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan akan terjadi selama tidak bersinggungan dengan harga diri dan nilai-nilai kultural yang berlaku.

Kunyit Gantikan Fungsi Kemoterapi

Salah satu bumbu dapur yang biasa kita gunakan sebagai campuran untuk berbagai variasi masakan, kunyit, memang diketahui memiliki khasiat sebagai obat berbagai penyakit seperti diabetes melitus, tifus, usus buntu, disentri, dan keputihan. Dari sekian banyak khasiatnya bagi kesehatan, para peneliti Inggris telah menemukan bahwa kunyit mampu membantu manghancurkan sel kanker yang resistan terhadap kemoterapi.

Selama ini, peneliti dari Universitas Leicester kerap menggunakan kurkumin, ekstrak akar kunyit, untuk mengatasi sel-sel yang kebal terhadap kemoterapi dengan memasukkannya ke jaringan tumor kolektoral.

"Saat proses pengobatan kanker, beberapa sel kanker terkadang mampu bertahan meski telah dikemoterapi. Itulah yang membuat kanker dapat kembali kambuh," kata Dr Karen Brown, seperti dikutip dari Tha Daily Mail. "Sel-sel ini tampaknya memiliki sifat yang berbeda dengan sel-sel lainnya sehingga mereka pun mampu bertahan," tambahnya.

Dalam penelitian sebelumnya, diketahui pula bahwa kurkumin tak hanya mampu meningkatkan efetivitas kemoterapi, tapi juga mengurangi jumlah sekl kanker resistan yang memicu kanker untuk tumbuh kembali.

Dr Brown pun berharap hasil uji cobanya akan memberikan pencerahan tentang pemahanan mengenai khasiat kunyit dalam mengatasi sel kanker yang resistan terhadap kemoterapi. "Juga, dapat membantu para ahli medis dalam mengidentifikasi penyakit menggunakan ekstrak kunyit di masa depan," tandasnya.

Barang berfungsu ganda dalam pendakian.

Pilih Barang yang Dapat Berfungsi Ganda
Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki gunung selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa. Contoh : Nesting (tempat memasak untuk tentara), bisa digunakan untuk memasak juga untuk tempat makan maupun menyimpan alat-alat mendaki. Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di ransel.
Matras
Sebisa mungkin matras disimpan di dalam ransel jika akan pergi ke lokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak pendaki gunung yang lebih senang mengikatkan matras di luar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
Kantung Plastik
Selalu siapkan kantung plastik/ trash bag di dalam ransel anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun gunung, baju basah dan lain sebagainya. Dapat juga berfungsi untuk lapisan anti air bagi ransel. Atau dapat juga dimanfaatkan sebagai jas hujan saat darurat.
Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang-barang di dalam ransel anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.
Menyimpan Pakaian
Jika anda meragukan ransel yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda di dalam kantung plastik, gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab.
Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih
Menyimpan Makanan
Sebaiknya makanan dikelompokkan sesuai ketahanan/ awetnya makanan disimpan. Untuk makanan yang tidak terlalu tahan lama, sebaiknya dibungkus dengan rapat atau di tempatkan memakai perlakuan khusus. Pilihlah makanan yang bervariasi tetapi mudah dan cepat dalam penyajian. Untuk makanan kaleng ada baiknya tidak terlalu banyak, karena selain berat kita juga harus membawa turun lagi kalengnya setelah dikonsumsi, karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan jika dibuang sembarangan.
Menyimpan Korek Api Batangan
Simpan korek api batangan anda di dalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.
Packing Barang / Menyusun Barang Di Ransel
Selalu simpan barang yang paling berat di posisi atas, gunanya agar pada saat ransel digunakan, beban terberat berada di pundak anda dan bukan di pinggang anda hingga memudahkan kaki melangkah saat pendakian gunung maupun saat turun nantinya. Usahakan untuk selalu mengingat-ingat dimana barang bawaan anda di tempatkan di dalam ransel, karena ada kalanya kita akan mencari barang tersebut dengan penerangan yang tidak memadai, jadi akan lebih cepat jika anda mengetahui dengan pasti dimana letak barang yang anda cari tanpa melihatnya sekalipun. Akan lebih baik anda membawa hal-hal yang menunjang selama perjalanan dan jangan membawa barang yang tidak dibutuhkan selama anda mendaki, karena selain tidak akan berguna juga memberatkan bekal bawaan di perjalanan.
Obat- obatan
Ada kalanya penting juga untuk membawa obat-obatan P3K, atau obat-obat pribadi dalam kantung atau tempat yang mudah terjangkau, karena jika kita mengalami keadaan yang darurat obat itu mudah untuk ditemukan semua orang.
Minuman beralkohol
Sebaiknya tidak dibawa. Sering kali orang ditempat dingin membutuhkan minuman yang hangat, akan tetapi minuman beralkohol bukan pilihan yang tepat disana. Oleh karena minuman tersebut dapat memicu pecahnya kapiler darah karena terlalu cepatnya kapiler darah memuai dalam tubuh.
Manajemen Pendakian
Ada baiknya sebelum memulai pendakian, Anda mencari informasi jalur dan angkutan serta info-info penting lainnya pada para pendaki yang pernah berkunjung kesana, karena hal itu akan sangat berguna untuk persiapan pendakian berkaitan dengan bujet (dana), alat dan perlengkapan yang akan dibawa, transportasi apa yang memungkinkan dan paling cepat, berapa lama anda akan menginap, serta makanan apa saja yang akan anda siapkan, berapa banyak air yang harus dibawa, dll. Hal itu sangat penting mengingat kita akan jauh dari fasilitas yang bisa kita dapatkan di perkotaan, sehingga jika terjadi hal-hal yang di luar kendali kita, paling tidak kita ada persiapan sebelumnya.
Cahaya / Lampu
Benda ini sifatnya sangat vital, tetapi kadang kurang diperhatikan. Ada baiknya kita membawa cadangan sumber cahaya di gunung. Bisa memakai senter ataupun penerangan konvensional semacam lilin ataupun lampu minyak. Hal ini dapat dipilih berdasarkan murah dan gampangnya bahan bakarnya didapatkan. Hal lain yang musti menjadi perhatian adalah, jika mengunakan penerangan berupa api harus mewaspadai keamanan dan tempatnya karena akan jadi mimpi buruk jika kita tidak berhati-hati dalam menjaganya. Sediakan pula dop dan baterai cadangan dan simpan di tempat yang mudah dijangkau, sehingga jika dibutuhkan sewaktu-waktu dapat segera ditemukan. Ada baiknya baterai bekas di bawa turun lagi, agar tidak menyebabkan polusi.
Jas Hujan
Perlengkapan satu ini mutlak dibawa walaupun tidak musim hujan, karena perlengkapan ini mempunyai banyak fungsi di gunung. Selain dipakai saat hujan tiba, jas hujan dapat juga digunakan sebagai tenda darurat (bivoak), alas tidur darurat, atap darurat, selimut darurat, juga bisa dipakai sebagai unsur penting tandu darurat. Jadi jangan sepelekan perlengkapan yang satu ini.

Indonesia memiliki 3 objek dengan status “World Heritage of Culture”.

Objek-objek tersebut antara lain adalah:

1. Candi Borobudur
Candi Borobudur mendapatkan pengakuan dari UNESCO pada tahun 1991. Merupakan candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Candi ini didirikan oleh penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Candi yang bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala (lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha) ini tidak memakai semen sama sekali dalam pembangunannya, melainkan dengan sistem interlock (seperti balok Lego yang bisa menempel tanpa lem).
borobudur.jpg

2. Candi Prambanan
Candi Prambanan mendapatkan pengakuan dari UNESCO pada tahun 1991. Merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi yang terletak 17 km dari pusat kota Yogyakarta ini dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, yakni Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Candi ini memiliki tiga candi utama di halaman utama, yakni Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut merupakan lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu
prambanan.jpg

3. Situs Sangiran
Situs Sangiran diakui UNESCO pada tahun 1996. Merupakan sebuah situs arkeologi yang terletak di Jawa Tengah. Secara administratif terletak di kabupaten Sragen dan Karanganyar. Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau. Di situs ini, kita bisa menemukan banyak informasi soal sisa-sisa kehidupan masa lampau. Selain itu, terdapat informasi lengkap tentang sejarah kehidupan manusia purba dengan segala hal yang ada di sekelilingnya. Dari soal tempat hidup, pola kehidupannya, satwa yang hidup bersamanya sampai proses terjadinya bentang alam dalam kurun waktu tidak kurang dari 2 juta tahun yang lalu.

Indonesia memiliki 4 objek dengan status “World Heritage of Nature”.

Objek-objek tersebut antara lain adalah:

1. Taman Nasional Ujung Kulon
Taman yang menjadi taman nasional pertama yang diresmikan di Indonesia ini mendapatkan pengakuan dari UNESCO pada tahun 1991. Taman nasional ini terletak di bagian paling barat dari Pulau Jawa. Taman yang juga meliputi wilayah Krakatau dan beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang ini memiliki luas sekitar 1.206 km2, di mana 443 km2 di antaranya adalah laut. Sebenarnya, pada awalnya, taman ini merupakan daerah pertanian sampai akhirnya menjadi hancur lebur dan habis penduduknya akibat letusan Gunung Krakatau pada tanggal 27 Agustus 1883. Kejadian tersebut menyebabkan kawasan ini kembali menjadi hutan.

badakjawa.jpg

2. Taman Nasional Komodo
Taman Nasional Komodo mendapatkan pengakuan dari UNESCO pada tahun 1991. Taman yang terletak di antara pulau Sumbawa dan Flores ini terdiri atas tiga pulau besar, yakni Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar serta beberapa pulau kecil lainnya. Taman ini didirikan pada tahun 1980 untuk melindungi komodo serta habitatnya. Selain komodo, di taman nasional ini juga terdapat sekitar 277 spesies hewan lainnya yang merupakan perpaduan hewan yang berasal dari Asia dan Australia. Selain itu, terdapat pula sekitar 253 spesies terumbu karang di perairannya yang terkenal juga sebagai salah satu titik terbaik di dunia untuk menyelam. Kini, taman nasional ini juga masuk menjadi salah satu dari nominasi 7 keajaiban dunia.

komodo_dragon_komodo_island_indonesia-300x225.jpg

3. Taman Nasional Lorentz
Taman Nasional Lorentz, Papua Barat diakui oleh UNESCO pada tahun 1999. Dengan luas wilayah sebesar 25.000 km2, taman nasional ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Kawasan ini juga merupakan salah satu di antara tiga kawasan di dunia yang memiliki gletser di daerah tropis. Taman ini memiliki keanekaragaman hayati yang mengagumkan. Jenis-jenis satwa yang sudah diidentifikasi di taman ini berjumlah sekitar 630 jenis burung dan 123 jenis mamalia. Jenis burung yang menjadi ciri khas taman nasional ini yakni dua jenis kasuari, empat megapoda, 31 jenis dara/merpati, 30 jenis kakatua, 13 jenis burung udang, 29 jenis burung madu, dan 20 jenis endemik di antaranya cendrawasih ekor panjang (Paradigalla caruneulata) dan puyuh salju (Anurophasis monorthonyx). Satwa mamalia yang tercatat antara lain babi duri moncong panjang (Zaglossus bruijnii), babi duri moncong pendek (Tachyglossus aculeatus), 4 jenis kuskus, walabi, kucing hutan, dan kanguru pohon.

lorentz.jpg

4. Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan)
Warisan hutan hujan tropis Sumatera yang meliputi tiga taman nasional tersebut mendapatkan pengakuan dari UNESCO pada tahun 2004.
 Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sendiri merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. TNGL ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pengunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis. Di kawasan TNGL ini, terdapat tumbuhan langka dan khas yaitu daun payung raksasa (Johannesteijsmannia altifrons), bunga raflesia (Rafflesia atjehensis dan R. micropylora) serta Rhizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar dengan diameter 1,5 meter. Selain itu, terdapat tumbuhan yang unik yaitu ara atau tumbuhan pencekik.
Sedangkan, taman nasional Kerinci Seblat merupakan taman nasional yang terbesar di Sumatera. Taman ini membentang ke empat provinsi, yakni Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Taman ini terdiri dari Pegunungan Bukit Barisan yang merupakan wilayah dataran tertinggi di Sumatera, mata air-mata air panas, sungai-sungai beraliran deras, gua-gua, air terjun-air terjun dan danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara, Gunung Tujuh. Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna. Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatra, Badak Sumatra, Gajah Sumatra, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu dan sekitar 370 spesies burung.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk dalam administrasi wilaya Lampung Barat dan wilayah Tanggamus, di mana keduanya adalah bagian dari Provinsi Lampung. Taman ini sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar yang paling terancam di dunia: gajah Sumatera (kurang dari 2000 ekor yang bertahan hidup saat ini), badak Sumatera (populasi global keseluruhan: 300 individu dan semakin berkurang drastis jumlahnya) dan harimau Sumatera (populasi global keseluruhan sekitar 400 individu). Taman ini masuk juga dalam Global 200 Ecoregions, yaitu peringkat habitat darat, air tawar dan laut di bumi yang paling mencolok dari sudut pandang biologi yang dibuat oleh WWF. Taman ini disorot sebagai daerah prioritas untuk pelestarian badak Sumatera melalui program Asian Rhino and Elephant Action Strategy (AREAS) dari WWF. Selain itu, IUCN, WCS dan WWF telah mengidentifikasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebagai Unit Pelestarian Macan (Wikramanayake, dkk., 1997), daerah hutan yang paling penting untuk pelestarian harimau di dunia. Terakhir, pada tahun 2002, UNESCO telah memilih daerah ini untuk diusulkan sebagai World Heritage Cluster Mountainous Area beserta Taman Nasional Gunung Leuser dan Kerinci Seblat

sumatra_0164.jpg   rafflesiaarnflw1.jpg