Tuesday, October 19, 2010

Have fun (travelling). Be responsible.

Kita – pehobi wisata – yang paling rugi jika tempat wisata makin berkurang jumlah dan daya tariknya. Padahal – sadar atau tidak – kita juga salah satu penyebabnya.

“Jadi, siapa yang harus menjaga (tempat wisata) sementara kita sudah mengeluarkan uang tak sedikit untuk bisa pergi ke sana?” tanya teman saya.

Di Amerika dan Eropa, kesadaran untuk menjaga tempat wisata sudah jadi tindakan nyata. Konsep ecotourism, green traveling dan lain-lain pun sudah banyak dijadikan komoditas wisata. Salah satu konsep alternatif yang menjaga kelangsungan lokasi wisata adalah wisata lebih bijak dan bertanggungjawab atau biasa disebut responsible traveling.

Responsible traveling bukan konsep baru. Hampir seluruh pehobi wisata – termasuk kita – telah melakukan praktik responsible traveling jauh sebelum istilah ini ada dan gerakan ini dideklarasikan secara global di Cape Town, Afrika Selatan tahun 2002.

Uniknya, konsep ini justru lahir dari para pehobi wisata dengan alasan yang kurang lebih sama dengan teman saya: ingin memastikan tempat yang hari ini mereka kunjungi, dapat dinikmati anak-cucu mereka.

Lebih dari perjalanan yang menyenangkan, responsible traveling menjanjikan wisatawan merasa nyaman (feel good) sekembalinya dari perjalanan mereka dengan meminimalkan (bukan menihilkan) dampak negatif perjalanan pada lingkungan dan masyarakat di sekitar tempat wisata.

Menurut teorinya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadi seorang responsible traveler. Memilih tempat wisata yang sedang tidak terancam kondisi lingkungannya. Memilih transportasi dengan emisi karbon paling kecil. Menginap di hotel yang menggunakan tenaga listrik alternatif dan pengelolaan sampah dengan baik. Dan yang sering terlupakan: memastikan sesedikit mungkin kunjungan kita mengkontaminasi budaya setempat.

Teman saya langsung berkerut dahi ketika kami mendiskusikan teori tersebut. Terlalu banyak syarat. Sulit. Tidak praktis. Tidak bebas. Dan sederet alasan yang memaksa saya untuk mengafirmasi diri, “Apa benar harus se-ribet itu?”

Yang penting diingat, walau tujuannya sama, aplikasi responsible traveling di Amerika dan Eropa belum tentu cocok dilaksanakan di Indonesia. Banyak praktek responsible traveling yang perlu disesuaikan agar lebih mudah dilaksanakan. Bahkan, kita bisa mulai dari hal-hal kecil dan sederhana!

Kembali ke pertanyaan teman saya, nampaknya tak perlu lagi ditanyakan siapa yang harus mulai. Dengan hal-hal yang sangat praktis, kita – pehobi wisata – bisa bangga jadi responsible traveler yang ikut menjaga tempat wisata.

Semakin banyak pehobi wisata yang menjadi responsible traveler, semakin banyak pula alasan pengelola tempat wisata, pengelola akomodasi, penyedia transport, pemerintah bahkan masyarakat sekitar lokasi wisata untuk jadi bagian dan mendapat keuntungan dari gerakan positif ini.

Tak ada pilihan lain, kita harus dan kita bisa mulai dari diri sendiri: menjadi responsible traveler di rumah sendiri.

Agar wisata Indonesia terus membawa keuntungan bagi anak bangsa, sekarang dan di masa datang.

Tips menjadi Responsible Traveler: start small!
  1. Dahulukan jalan-jalan ke tempat terdekat dari rumah kita. Selain mengurangi jejak karbon, kita bisa jadi lebih kenal dan pede jadi tuan rumah di daerah sendiri.
  2. Gunakan transportasi umum atau – jika bepergian dalam kelompok – menyewa alat transportasi bersama.
  3. Menginap di penginapan milik penduduk lokal. Selain membantu ekonomi mereka, lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan kebiasaan dan budaya setempat.
  4. Membeli makanan lokal atau, jika memungkinkan, masak dan makan bersama penduduk lokal. Selain menambah pemasukan, kita bisa belajar kehidupan mereka melalui pengalaman kulinernya.
  5. Minimalkan kerusakan alam. Bawa kembali sampah kita ketika naik gunung atau pergi ke pulau-pulau kecil.
  6. Asah kemampuan berenang sebelum snorkelling di daerah berterumbu karang. Dan seterusnya.
  7. Menawar seperlunya. Penduduk lokal punya kesempatan cari uang yang lebih sedikit dibandingkan kita – penduduk kota. Seribu rupiah yang kita hemat bisa jadi berkurangnya lauk makan mereka.
  8. Tidak mengkritik atau mencela kebiasaan setempat. Bisa jadi mereka sudah hidup dengan kebiasaan tersebut jauh sebelum kita berkunjung.
  9. Selalu minta ijin sebelum mengambil gambar penduduk lokal dan katakan sebenarnya jika memang sulit untuk menjanjikan mengirimkan foto.
  10. Membawa oleh-oleh untuk penduduk lokal. Selama berguna dan tidak berlebihan, mereka akan semakin menghargai wisatawan yang datang.
  11. Sebarkan pengalaman yang baik. Perbuatan yang baik bisa jadi virus yang baik pula. Bicarakan dengan teman dan keluarga. Buatlah blog dan pastikan banyak orang yang membaca.
Pantai Selatan P. Tidung, Kep. Seribu, Jakarta

No comments: