Sunday, July 25, 2010

Climbing

1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau ronga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunyai kecendrungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada peganan tangan dan menempatkan badannya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak biasa digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecendrungan merapatkan badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir. Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit ( tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kesetabilan yang lebih baik.

2. Friction/ Slab Climbing
Tehnik ini hanya semata mata mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan untuk permukaan tebing yang tidak terlalu vertikal, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesek terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maximal di atas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.

3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah - olah berfungsi dengan demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik - teknik berikut ;
Jamning adalah tehnik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari - jari tangan, kaki atau tangan dapat dimasukan / diselipkan pada celah seolah olah menyerupai pasak
Chimneying adalah teknik memanjat celah vertikal yang cukup lebar (chimeney). Badan masuk diantara celah dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan. Kedua tangan membantu mendorong ke atas bersamaan dengan ke dua kaki yang mendorong dan menahan berat badan
Bridging adalah teknik memanjat pada celah vertikal yang lebih besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi kaki mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
Lay Back adalah teknik memanjat pada celah vertikal dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini, jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menempatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik ke belakang dan kaki mendorog ke depan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.

Saturday, July 10, 2010

Mengatasi Mabok Gunung

1/ Menghindari Faktor Pemicu
Hal pertama yang perlu diupayakan adalah menjauhkan diri dari
faktor-faktor pemicu. Meskipun tidak selalu berhubungan langsung,
hal-hal berikut ditengarai sering memicu dan memperburuk mabuk gunung.
· Menambah ketinggian terlalu cepat
· Aktivitas fisik yang berlebihan (overexertion)
· Kedinginan (hypothermia)
· Hidrasi tidak cukup, dan
· Konsumsi alkohol atau sedatives lain.

2/ Aklimatisasi
Seperti telah diketahui, penyebab mabuk gunung adalah tidak mampunya
tubuh menerima kondisi di ketinggian. Ketidakmampuan itu terjadi kalau
penambahan elevasi terjadi pada waktu yang terlalu singkat—lebih
singkat dari waktu yang diperlukan oleh tubuh untuk menyesuaikan diri.
Sebenarnya, tubuh kita bisa beradaptasi, tetapi hal itu harus
dilakukan secara bertahap. Usaha ini disebut aklimatisasi.

Rumus aklimatisasi pendaki adalah climb high sleep low (CHSL)—naik ke
ketinggian tertentu, kemudian turun untuk tidur / beristirahat pada
ketinggian di bawahnya. Misalnya direncanakan untuk ngekem pada
ketinggian 3.600 mdpl, naiklah dulu ke 4.000 mdpl. Untuk pendakian
gunung yang elevasinya > 3.600 mdpl, aklimatisasi dengan rumus ini
mutlak diperlukan. Itulah sebabnya pendakian Everest bisa makan waktu
lebih dari sebulan karena pendaki naik-turun berkali-kali sebelum
melakukan summit attack. Gunung-gunung kita yang rata-rata 3.000an
mdpl, untuk kebanyakan pendaki bisa disikat langsung.

Selain itu, setelah melewati batas 3.000 mdpl, penambahan elevasi
harus dibatasi maksimum 300 mt per hari. Selain Jayawijaya, ada empat
gunung di Indonesia yang menurut hemat saya harus memperhatikan kaidah
ini, yaitu Kerinci, Rinjani, Semeru, dan Slamet karena ketinggiannya
melebihi 3.300 mdpl. Untuk kelima gunung ini, idealnya summit attack
dilakukan dari ketinggian yang berjarak kurang dari 300 mtr vertikal
dari puncak.

Dua puluh empat jam pertama berada di daerah yang tinggi, misalnya di
desa terakhir (base camp) batasi aktivitas fisik. Meskipun demikian,
pada siang hari, aktivitas ringan lebih baik dari pada tidur agar
respirasi melakukan penyesuaian.

3/ Nutrisi dan Hidrasi
Hidrasi sangat penting. Eksersi membuang cairan dalam tubuh, dan itu
perlu diganti. Indikasi kecukupan hidrasi adalah banyak dan beningnya
urine. Bila kencing sedikit, pekat, dan berwarna, berarti Anda kurang
minum.

Makanan tinggi karbohidrat harus menjadi menu utama pendaki. Alasannya
adalah bahwa 70% kalori dihasilkan oleh karbohidtat.

4/ Mengenal Diri Sendiri
Yang tidak kalah penting dari semua saran di atas adalah mengenali
diri sendiri. Anda harus paham betul bagaimana tubuh Anda bereaksi
terhadap kondisi di ketinggian karena tidak ada ciri-ciri pembeda
khusus antara yang rentan dengan yang tahan. Sungguh bijaksana bila
Anda mau belajar merasakan dan mengenali setiap gejala yang terasa.
Misalnya, membedakan antara sakit kepala yang terjadi karena eksersi
berlebihan (seperti bila Anda selesai berlari sprint) dengan
nyut-nyutan gejala mabuk gunung.

Angka-angka dalam tulisan ini harus dianggap hanya sebagai patokan
umum yang tidak absolut. Untuk masing-masing individu, pada prakteknya
bergeser naik atau turun dari angka-angka itu. Pada akhirnya, mabuk
gunung bersifat sangat personal.

Golden rule di ketinggian: bila Anda mengalami tidak enak badan,
pusing atau pening tetapi tidak tahu sebabnya secara pasti, Anda harus
menyimpulkan bahwa Anda menderita mabuk gunung!

5/ Mengenal Teman Satu Tim
Teman sependakian Anda belum tentu mengetahui seluk-beluk mabuk
gunung. Belum tentu pula mereka cukup mengenal daya adaptasi diri
sendiri terhadap ketinggian. Kalau demikian keadaannya, Anda yang
perlu menajamkan pandangan untuk mengamati kondisi mereka. Dari
pengalaman saya, gejala awal mabuk yang paling mudah diamati dari luar
adalah kondisi fisik dan tingkah-laku.

Bila ada teman yang mengalami kelelahan berlebihan, amati terus
keadaannya. Kalau ada yang begini, biasanya saya menguji kondisinya
dengan menyodorkan makanan kecil. Kalau dia menolak, cobalah makanan
lain. Kalau semua ditolak, waspada!

Ciri lain yang sering mencolok adalah social withdrawal. Kalau ada
teman yang berubah perangainya menjadi lebih pendiam, ogah ngobrol,
kehilangan canda, dan lebih suka menyendiri, Anda harus mulai curiga.
Berikutnya, ujilah juga dengan makanan.

Pendeknya, bila pendaki masih rakus dan doyan ini-itu, berarti sehat!

PENANGANAN MABUK GUNUNG

1/ Stop
Kalau gejala AMS mulai terasa, STOP! Jangan ngotot! Pergerakan naik
harus dihentikan sampai gejala hilang. Berikan waktu yang cukup untuk
tubuh melakukan adaptasi. Bila tidak ada tanda-tanda membaik,
segeralah mengurangi ketinggian paling tidak 300 mtr vertikal. Bila
tidak membaik juga, urungkan niat mendaki. Turunlah sesegera mungkin!

2/ Mandiri
Mendaki berombongan, biasanya lebih merepotkan bila Anda mengalami
mabuk gunung. Naik salah, berhenti sendirian pun salah. Bagaimanapun,
kalau memang harus, ditinggal sendirian di tengah hutan jauh lebih
baik. Pemaksaan diri mengikuti rombongan bergerak naik justru
memperbesar risiko dimakan setan. Awas, setan HAPE dan setan HACE
menunggu!!! Dalam situasi darurat, beranikan diri untuk mengambil
keputusan dan bertindak sendiri.

Studi menunjukkan bahwa kematian oleh mabuk gunung, terjadi lebih
banyak pada pendaki yang berkelompok dari pada solo. (Shlim DR,
Houston R., Helicopter Rescues and Deaths Among Trekkers in Nepal).

3/ Berkorban
Untuk pendaki yang sehat, selayaknya bersedia mengorbankan
kepentingannya mencapai puncak bila ada teman setim yang mabuk gunung.
Temani si pemabuk sampai bisa dibawa naik, atau bawalah turun kalau
perlu. Percayalah, pengorbanan Anda bisa berarti menyelamatkan nyawa.

4/ Cara Istirahat
Istirahat untuk pemabuk gunung harus diusahakan dalam keadaan sehangat
dan senyaman mungkin. Pemakaian tenaga harus diminimumkan, meskipun
pada perjalanan turun.

5/ Yang Harus Dihindari
Rokok, alkohol, dan depresan lain termasuk obat penenang dan obat
tidur harus dijauhi. Depresan akan menurunkan respirasi pada saat
tidur, sehingga memperburuk gejala mabuk gunung.

6/ Turun
Turun adalah resep terbaik untuk yang sudah terkena HACE atau HAPE.
Cara ini relatif mudah dilakukan di gunung-gunung di Indonesia. Jadi,
tidak ada yang perlu ditunggu. Turun! Bila peralatan dan anggota tim
lain mampu, penderita yang sudah parah sebaiknya digotong / digendong
untuk meminimumkan aktivitas fisik.

Kalau karena alasan tertentu turun tidak mungkin, korban memerlukan
bantuan oksigen. Pada kasus-kasus yang lebih berat yang biasanya
terjadi di gunung-gunung extremely high, penderita dimasukkan ke dalam
Gumow Bag (kantong bertekanan portable).

7/ Medikasi
Sebenarnya ada obat-obatan yang bisa membantu penderita mabuk gunung.
Bahkan ada jenis tertentu yang bisa dipakai untuk membantu
aklimatisasi para rescuer karena mereka harus bergerak naik dengan
cepat. Tetapi saya, maaf, tidak berani menulisnya di sini. Saya
khawatir yang saya tulis diambil sebagai resep resmi pendaki gunung,
sementara saya bukan dokter

Wednesday, July 7, 2010

ULAR CECAK ATAU ULAR RUMAH

Ular cecak atau sering pula disebut sebagai ular rumah adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini kerap dijumpai di dalam rumah, di sekitar dapur atau lemari, untuk memburu cecak yang menjadi kegemarannya. Nama ilmiahnya adalah Lycodon capucinus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai common wolf-snake, merujuk pada gigi yang memanjang menyerupai taring serigala di bagian muka rahangnya (bahasa Gerika: lycos, serigala; don, gigi). Selain itu ada beberapa spesies dari ular ini seperti Lycodon aulicus.

Ular bertubuh kecil sampai sedang yang ramping dan gesit, panjang total maksimal mendekati 60 cm. David dan Vogel (1997) menyebutkan panjang maksimal sekitar 550 mm, dengan kisaran ukuran hewan dewasa umumnya antara 450–500 mm.
Punggung (dorsal) berwarna coklat atau coklat agak keunguan, dengan sebagian sisik bertepi putih membentuk pola belang (atau jala) samar-samar seperti bekas cat yang terhapus.
Kepala berwarna coklat kurma, dengan warna putih atau keputih-putihan di bibir atas dan di tengkuk, terkadang dengan sedikit warna kuning belerang. Perut (ventral) berwarna putih atau kekuningan.
Sisik-sisik dorsal dalam 17 deret di tengah badan dan 15 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 178–224 buah, sisik anal sepasang atau berbelah, sisik subkaudal (di bawah ekor) 57–80 pasang. Sisik-sisik supralabial (bibir atas) berjumlah 9 buah, no. 3–5 atau no. 4–5 menyentuh mata. Di atas bibir, di antara sisik postnasal (hidung) dan orbit (mata) terdapat dua buah sisik, yakni sisik loreal (pipi) dan preokular. Sisik loreal panjang dan bersentuhan dengan sisik internasal, preokular bersentuhan dengan perisai frontal.
cukup kecil di telapak tangan orang dewasa


Ekologi dan penyebaran
Ular cecak sering dijumpai memasuki rumah, dapur atau bangunan lainnya, tidak jarang pula didapati di lingkungan perkotaan. Ular yang aktif di malam hari (nokturnal) ini lebih banyak menjalar di atas tanah (terestrial), meski pandai pula memanjat pepohonan (arboreal), tebing dan dinding berbatu, hingga ke atap rumah. Pada siang hari, ular cecak lebih memilih tidur bergelung di tempat persembunyiannya di bawah tumpukan kayu, batu, rekahan tebing, atau di sudut-sudut rumah yang kelindungan.
Seperti dicerminkan oleh namanya, mangsa kesukaannya adalah aneka jenis cecak; akan tetapi ia pun tidak menolak mangsa berupa kadal atau tikus kecil. Ular cecak menjadi dewasa ketika berumur sekitar dua tahun. Betinanya bertelur hingga sekitar 11 butir.

telur-telur


Ular cecak menyebar luas mulai dari Burma di barat, Cina tenggara, hingga Hong Kong di sebelah timurnya. Ke selatan: Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Semenanjung Malaya hingga Singapura. Juga Kepulauan Andaman, Maladewa, Indonesia, Filipina, hingga ke Kepulauan Cook di Samudera Pasifik (Australia).
Di Indonesia ular ini tercatat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumbawa, Sumba, Komodo, Flores, Lomblen, Alor, Sawu, Roti, Timor, Wetar, Babar, Kalao, Selayar, Buton, dan Sulawesi

ukuran maksimal
bentuk kepala
bagian perut


Ular cecak agresif dan lekas menggigit apabila terganggu atau baru ditangkap. Gigitannya lumayan menyakitkan, terutama karena adanya ‘taring’ di rahang atas maupun bawah. Walaupun demikian ular ini tidak berbisa, sehingga luka gigitannya hanya mengakibatkan rasa pedih dan sedikit berdarah. Setelah dipelihara beberapa lama dan dibiasakan, ular cecak umumnya lekas menjadi jinak dan tidak mau menggigit. Ular ini cukup rakus, dan mampu menghabiskan 2–3 ekor cecak dalam sehari.

"tolong bebaskan aku..."
"aah... akhirnya aku dibebaskan.. terimakasih kawanku manusia yang baik..."
"lihat nih... aku bisa memanjat di permukaan yang tidak licin..."
"eh... kucingnya gak nakal kan?"
ular: "selamat tinggal kucing yang manis..."
kucing: "selamat jalan ular kecil, jaga diri baik-baik ya.."



Ingat: Jangan bunuh ular! Mereka juga diciptakan Allah. Mereka hanyalah makhluk tak berdaya.


Sumber:
SIOUX, Lembaga Studi Ular Indonesia
Ular Indonesia