Tuesday, October 19, 2010

Tebing Ciampea Bogor

Bila membicarakan tebing Ciampea, sepertinya diri ini memutar mesin waktu kembali ke masa lalu. Saat remaja kurus ini masih berseragam putih-abu, menjejakan jempol kaki diatas cadas tanpa sepatu, dan bergantung pada seutas webbing, tak lain untuk menggapai setiap pengaman terakhir di jalur putih, jalur kambing dan jalur toke. Nah ngomong-ngomong soal jalur-jalur diatas, setiap pemanjat pemula yang pernah menjejakan kakinya di tebing Ciampea pasti mengenalnya.

Tentu perkenalan ini bukan disebabkan jalurnya menantang namun karena justru tingkat kesulitannya yang moderat dan berjenjang. Sehingga cocok bagi pemanjat pemula seperti remaja berambut belah pinggir ini untuk mulai memahami setiap bentuk cacat batuan. Makanya, hampir setiap libur dan akhir pekan di tahun 1993, remaja yang belum berkaca mata inipun mulai gandrung menyambanginya. Keranjingan batu tepatnya

Namun seiring waktu, jalur-jalur sport tersebut hanya menjadi bagian rutinitas dalam setiap sesi latihan. Karena latihan pun terus berkembang  mulailah diri ini menjajal jalur-jalur dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, seperti jalur bicycle, tiga bor dan intifada.

Akhirnya rasa bosan pun kembali mendera. Saat jalur-jalur tersebut pun kembali dikuasai.

Jalur-jalur baru di Ciampea
Dibandingkan dengan jalur-jalur sport yang tersedia di tebing kalapanunggal maupun Citatah. Tebing Ciampea tentu berbeda, hal ini disebabkan minimnya permukaan batuan. Maka gagasan membuat jalur-jalur barupun sempat tertunda hingga beberapa tahun kedepan.

Namun karena besarnya hasrat, aksi pembuatan jalur pun tetap dilakukan. Diawali dengan semangat Indra membuat jalur Taliban, disusul Andri “kebo” dengan membuat jalur Strawberry-Tiram, tak mau ketinggalan penulis pun membuat jalur West Bank dan akhirnya ditutup dengan upaya bersama merestorasi pengaman-pengaman jalur Revolution yang berkarat dan terlupakan. Jalur revolution memang lama terabaikan karena cukup sulit dipanjat dan batuannya selalu basah. 

Sepi dan Terabaikan
Mereka yang pernah datang ke tebing Ciampea diawal dekade 90-an hingga tahun 2000-an tentu pernah merasakan sesaknya teras di tebing Ciampea oleh gerombolan-gerombolan pemanjat dari berbagai klub dan organisasi. Saking ramainya, jangan harap anda yang pemalu ataupun malas mengantri bakal kebagian jalur “ngga bakalan ada jalur yang nganggur man”. Kecuali jalur tangga yang memang lebih sering dipakai untuk latihan naik turun tebing (ascending-descending) maupun hanya sekedar latihan mengenal olahraga ini.
Tapi itu semua hanya tinggal cerita, tebing Ciampea semakin hari semakin kehilangan magnetnya menggaet mereka yang mengaku pemanjat. Pemanjat yang seharusnya bisa berprestasi di tebing alam dan tebing buatan. Kini alih-alih hanya sekedar mengejar kompetisi demi uang dan pengakuan hanya di arena tebing buatan. (jajang dirajanagara/ fpti kota bogor/ des 08)

Jalur-jalur di Ciampea




No
Route Name
Type
Grade
Length
(m)
Runner
Created
Block
By

1
Putih
Sport Climbing
5.8
5
2



2
Revolution
Sport Climbing
5.12
11
5
2002


3
Kambing
Sport Climbing
5.9
11
3

   
Ibe 
4
West Bank
Sport Climbing
5.11
7
3
2002

Jajang 
5
Tiga Bor
Sport Climbing
5.11
5
2



6
Intifada
Sport Climbing
5.12
5
3
1989

 Mauly
7
Bicycle
Sport Climbing
5.10
7
3
1989

 Mauly
8
Taliban
Sport Climbing
5.11b
9
5
2000

 Indra
9
Toke
Sport Climbing
5.9
7
3



10
Strawberry
Sport Climbing
5.8
8
3
2002

 Andri kebo
11
Tiram
Sport Climbing
5.8
7
3
2002

 Andri Kebo
12
Momen in Time
 (M I T)
Sport Climbing
5.11d
4
2



13
Tangga
Clean Climbing
5.7
15
-




Karaktertistik Tebing Ciampea

Jenis Batuan : limestone
Ketinggian   : 5 - 30 M
Jumlah Jalur : 13 jalur
Grade         : 5.8 - 5.12
Character pegangan : Variatif ( dominasi pocket )
System Pemanjatan : - Sport Climbing
Interest : - Pemandangan puncak tebing dikelilingi sawah & hutan
              - Fauna : Monyet, burung Udang, Ular, Tokek, burung elang dll
              - Flora  : Carsen, Anggrek liar dll
              - Bio thermal yg ada di tengah sungai ( lumayan bisa dipake mandi)

Menuju Lokasi

Dari Jakarta anda bisa memilih rute: Jakarta-Bogor-Ciampea-Leuwi Kancra

Obat tradisonal untuk diare

Ramuan Obat Tradisional 1 :

Daun jambu biji sebanyak 30 gram direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat.

Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari



Ramuan Obat Tradisional 2 :

Daun urang-aring sebanyak 30 gram direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat.

Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari



Ramuan Obat Tradisional 3 :

Kulit delima kering sebanyak 30 gram dan 10 gram daun teh direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, kemudian air rebusannya diminum selagi hangat.

Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari



Ramuan Obat Tradisional 4 :

Cuci bersih 2 jari kayu bungur, lalu tumbuk sampai halus. Seduh dengan ½ cangkir air, aduk sampai rata lalu saring.

Pemakaian : Minum sekaligus.



Ramuan Obat Tradisional 5 :

Remas-remas daun cincau di dalam air masak, saring, lalu biarkan bberapa saat sampai membentuk agar-agar. Tambahkan santan kelapa dan pemanis dari gula kelapa.

Pemakaian : Makan sekaligus.



Ramuan Obat Tradisional 6 :

Cuci bersih 2 genggam daun gude segar, lalu rebus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 ½ gelas. Setelah dingin, saring.

Pemakaian : Minum 3 kali sehari, masing-masing ½ gelas.



Ramuan Obat Tradisional 7 :

Rebus 3 potong akar iler dengan 2 gelas air hingga tersisa 1 gelas.

Pemakaian : Minum pada pagi dan sore hari.



Ramuan Obat Tradisional 8 :

Cuci bersih 5 lembar daun jambu biji serta 1 potong akar, kulit dan batangnya, rebus dengan 1,5 liter air  sampai mendidih. Setelah dingin, saring.

Pemakaian : Minum 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.

Have fun (travelling). Be responsible.

Kita – pehobi wisata – yang paling rugi jika tempat wisata makin berkurang jumlah dan daya tariknya. Padahal – sadar atau tidak – kita juga salah satu penyebabnya.

“Jadi, siapa yang harus menjaga (tempat wisata) sementara kita sudah mengeluarkan uang tak sedikit untuk bisa pergi ke sana?” tanya teman saya.

Di Amerika dan Eropa, kesadaran untuk menjaga tempat wisata sudah jadi tindakan nyata. Konsep ecotourism, green traveling dan lain-lain pun sudah banyak dijadikan komoditas wisata. Salah satu konsep alternatif yang menjaga kelangsungan lokasi wisata adalah wisata lebih bijak dan bertanggungjawab atau biasa disebut responsible traveling.

Responsible traveling bukan konsep baru. Hampir seluruh pehobi wisata – termasuk kita – telah melakukan praktik responsible traveling jauh sebelum istilah ini ada dan gerakan ini dideklarasikan secara global di Cape Town, Afrika Selatan tahun 2002.

Uniknya, konsep ini justru lahir dari para pehobi wisata dengan alasan yang kurang lebih sama dengan teman saya: ingin memastikan tempat yang hari ini mereka kunjungi, dapat dinikmati anak-cucu mereka.

Lebih dari perjalanan yang menyenangkan, responsible traveling menjanjikan wisatawan merasa nyaman (feel good) sekembalinya dari perjalanan mereka dengan meminimalkan (bukan menihilkan) dampak negatif perjalanan pada lingkungan dan masyarakat di sekitar tempat wisata.

Menurut teorinya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadi seorang responsible traveler. Memilih tempat wisata yang sedang tidak terancam kondisi lingkungannya. Memilih transportasi dengan emisi karbon paling kecil. Menginap di hotel yang menggunakan tenaga listrik alternatif dan pengelolaan sampah dengan baik. Dan yang sering terlupakan: memastikan sesedikit mungkin kunjungan kita mengkontaminasi budaya setempat.

Teman saya langsung berkerut dahi ketika kami mendiskusikan teori tersebut. Terlalu banyak syarat. Sulit. Tidak praktis. Tidak bebas. Dan sederet alasan yang memaksa saya untuk mengafirmasi diri, “Apa benar harus se-ribet itu?”

Yang penting diingat, walau tujuannya sama, aplikasi responsible traveling di Amerika dan Eropa belum tentu cocok dilaksanakan di Indonesia. Banyak praktek responsible traveling yang perlu disesuaikan agar lebih mudah dilaksanakan. Bahkan, kita bisa mulai dari hal-hal kecil dan sederhana!

Kembali ke pertanyaan teman saya, nampaknya tak perlu lagi ditanyakan siapa yang harus mulai. Dengan hal-hal yang sangat praktis, kita – pehobi wisata – bisa bangga jadi responsible traveler yang ikut menjaga tempat wisata.

Semakin banyak pehobi wisata yang menjadi responsible traveler, semakin banyak pula alasan pengelola tempat wisata, pengelola akomodasi, penyedia transport, pemerintah bahkan masyarakat sekitar lokasi wisata untuk jadi bagian dan mendapat keuntungan dari gerakan positif ini.

Tak ada pilihan lain, kita harus dan kita bisa mulai dari diri sendiri: menjadi responsible traveler di rumah sendiri.

Agar wisata Indonesia terus membawa keuntungan bagi anak bangsa, sekarang dan di masa datang.

Tips menjadi Responsible Traveler: start small!
  1. Dahulukan jalan-jalan ke tempat terdekat dari rumah kita. Selain mengurangi jejak karbon, kita bisa jadi lebih kenal dan pede jadi tuan rumah di daerah sendiri.
  2. Gunakan transportasi umum atau – jika bepergian dalam kelompok – menyewa alat transportasi bersama.
  3. Menginap di penginapan milik penduduk lokal. Selain membantu ekonomi mereka, lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan kebiasaan dan budaya setempat.
  4. Membeli makanan lokal atau, jika memungkinkan, masak dan makan bersama penduduk lokal. Selain menambah pemasukan, kita bisa belajar kehidupan mereka melalui pengalaman kulinernya.
  5. Minimalkan kerusakan alam. Bawa kembali sampah kita ketika naik gunung atau pergi ke pulau-pulau kecil.
  6. Asah kemampuan berenang sebelum snorkelling di daerah berterumbu karang. Dan seterusnya.
  7. Menawar seperlunya. Penduduk lokal punya kesempatan cari uang yang lebih sedikit dibandingkan kita – penduduk kota. Seribu rupiah yang kita hemat bisa jadi berkurangnya lauk makan mereka.
  8. Tidak mengkritik atau mencela kebiasaan setempat. Bisa jadi mereka sudah hidup dengan kebiasaan tersebut jauh sebelum kita berkunjung.
  9. Selalu minta ijin sebelum mengambil gambar penduduk lokal dan katakan sebenarnya jika memang sulit untuk menjanjikan mengirimkan foto.
  10. Membawa oleh-oleh untuk penduduk lokal. Selama berguna dan tidak berlebihan, mereka akan semakin menghargai wisatawan yang datang.
  11. Sebarkan pengalaman yang baik. Perbuatan yang baik bisa jadi virus yang baik pula. Bicarakan dengan teman dan keluarga. Buatlah blog dan pastikan banyak orang yang membaca.
Pantai Selatan P. Tidung, Kep. Seribu, Jakarta