Saturday, December 5, 2009

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN - “Mutiara Hijau Pulau Jawa”

”Halimun” senantiasa menyelimuti hijaunya hutan tropis dan hamparan perkebunan teh. Sementara lekuk-lekuk aliran sungai berrair jernih dan hampasan beberapa air terjun menyuburkan alam sekelilingnya. Tingkah polah Surili dan Owa Jawa meriuhkan keheningan hutan. Sejuta pesona Taman Nasional Gunung Halimun bagaikan ”Mutiara hijau yang menghiasi pulau Jawa”

Sebagaimana namanya Taman Nasional Gunung Halimun selalu diliputi kabut. Dikawasan yang sejak Juli 2003 mempunyai luas kurang lebih 113.000 hektar dari luas sebelumnya yang hanya 40.000 hektar menyimpan berjuta pesona alam dan keanekaragaman hayati. Berada pada ketinggian antara 500 s/d 1.929 meter dari permukaan laut (mdpl), kawasan yang sejuk ini di kelilingi beberapa pegunungan. Ada tujuh puncak gunung yang mengelilinginya yaitu gunung Sanggabuana, gunung Kencana, gunung Botol, gunung Pareang, gunung Halimun Selatan, gunung Pananjoan, gunung Kendeng dan gunung Halimun Kaler (±1.929 mdpl) sebagai puncak tertingginya. Dengan jarak kurang lebih 100 Km arah barat daya Jakarta, kawasan taman nasional ini sangat mudah di jangkau. Secara administratif, kawasan ini masuk dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Bogor, Lebak dan Sukabumi. Untuk masuk dan menjelajahi kawasan ada tiga pintu masuk yang bisa dilalui yaitu Parung Kuda-Sukabumi, Leuwijamang – sebelah utara Kabupaten Bogor dan Cikidang (Pangguyangan) – sebelah timur Kabupaten Sukabumi.

Selama berada di dalam kawasan taman nasional ini kita akan merasakan bagaimana suasana hutan hujan tropis yang begitu mempesona. Karena menurut informasi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun merupakan satu-satunya kawasan hutan hujan tropis asli yang masih tersisa di pulau Jawa. Beberapa sungai berair jernih mengalir dan tidak pernah mengering sepanjang tahun. Sungai-sungai tersebut antara lain sungai Ciberang, Cikaniki, Ciujung dan Cimandur yang selalu memenuhi kebutuhan air bagi daerah-daerah disekitanya..

Dengan curah hujan berkisar antara 4.000 – 6.000 mm per tahun dan kelembabannya yang tinggi membuat kawasan ini menyimpan begitu banyak sumber kekayaan alam. Berbagai jenis hewan langka dan yang endemik dapat kita jumpai di kawasan yang eksotik ini, seperti Macan Tutul, Owa Jawa, Monyet Surili, Lutung, Anjing Hutan, Babi Hutan dan berbagai jenis burung. Berdasarkan sejarah pernah pula hidup Badak Jawa dan Harimau Jawa. Bahkan kawasan ini merupakan surganya Elang Jawa. Kita akan sering kali menjumpai burung ini terbang berputar-putar di atas perkebunan teh Nirmala yang masuk dari bagian kawasan taman nasional. Juga tumbuh puluhan jenis anggrek hutan di kawasan ini bahkan ada sebagian diantaranya yang tergolong langka. Menurut data dari Kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun, di dalam kawasan ini hidup lebih dari 200 jenis burung, tidak kurang dari 75 jenis anggrek, termasuk yang berjenis langka dan lain-lain.

Di dalam hutannya yang masih perawan kita dapat menjumpai beberapa air terjun yang sangat eksotik dan bahkan ada yang jauh berada di dalam hutan. Diantara air terjun atau curug yang dapat dikunjungi antara lain, Curug Macan, Cikudapaeh, Cihanjawar, Citangkolo dan Curug Piit. Semunya itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Selama perjalanan menuju air terjun kita akan menjumpai beberapa hewan langka dan tumbuhan yang usianya bisa mencapai ratusan tahun.

Secara umum wisata petualangan di Taman Nasional Gunung Halimun bisa dinikmati oleh seluruh keluarga dan usia, dari anak-anak sampai orang tua. Semuanya bisa disesuaikan dengan lokasi-lokasi yang akan jadi tujuan selama berada di dalam kawasan taman nasional sesuai dengan tingkat usia serta kemampuan kita.

Kabandungan – Cikaniki - Citalahab
Pintu masuk ke kawasan taman nasional yang umum dan sering dikunjungi yaitu melalui Kabandungan. Untuk sampai di wilayah Kabandungan kita harus melalui wilayah Parung Kuda (jalan raya yang melewati Stasiun Kereta Api Parung Kuda). Wilayah Kabandungan yang merupakan nama sebuah kecamatan, terdapat kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (TNGH-S). Disini kita bisa melapor sekaligus mengurus administrasinya. Selain itu disediakan pula wisma tamu untuk anda yang ingin bermalam.

Di balai taman nasional ini pula kita bisa mendapatkan informasi yang sangat lengkap sebelum kita bertualang menjelajahi wilayah taman nasional. Disini terdapat ruangan yang menyimpan berbagai obyek foto, buku-buku, maket tiga dimensi bahkan ruang auditorium yang menggambarkan secara ringkas dan jelas hal-hal yang berhubungan dengan taman nasional. Dari kantor balai taman nasional perjalanan dapat kita lanjutkan menuju Stasiun Penelitian (Research) Cikaniki yang berjarak 18 km. Jalan yang akan kita lalui merupakan jalan berbatu-batu. Aspal terakhir hanya sampai desa Cipeuteuy, kira-kira 2 km dari kantor balai taman nasional. Setelah itu baru kita bisa menggunakan ojeg motor atau kendaraan sejenis L-300 yang banyak terdapat disana. Tetapi jika ingin menggunakan kendaraan pribadi disarankan menggunakan mobil sejenis 4WD atau minimal sejenis Kijang dan Panther.

Sebelum masuk ke gerbang kawasan taman nasional kita akan melewati perkampungan penduduk, ladang dan sawah. Untuk sampai Stasiun Penelitian Cikaniki dari gerbang kawasan taman nasional jarakanya ±6 km. Sepanjang jalan dari gerbang menuju Cikaniki tidak akan membosankan karena kita melintasi hutan hujan tropis yang asri dan hijau. Di sepanjang jalur ini pula kita akan melintasi salah satu habitat Owa Jawa. Dekat sebuah perbatasan yang memisahkan Kabupaten Sukabumi dan Bogor terdapat papan petunjuk yang menginformasikan bahwa disitu merupakan salah satu lintasan Macan Tutul.

Tidak lama kemudian baru kita akan sampai di Stasiun Penelitian Cikaniki, berupa bangunan modern dari kayu yang didatangkan dari Pulau Kalimantan dan bergaya arsitektur Jepang. Stasiun tersebut dibangun oleh sebuah lembaga bantuan asing dari Jepang, JICA, sebagai tempat atau pusat research para peneliti baik asing maupun lokal. Disini fasilitas cukup lengkap karena ada tempat parkir, wisma tamu yang dilengkapi dengan kamar-kamar, dapur dan ruang makan. Selain itu diruang tamu terdapat beberapa contoh jenis hewan khas taman nasional yang sudah diawetkan dan beberapa obyek foto serta buku-buku yang bisa menambah informasi kita mengenai kawasan taman nasional. Dekat stasiun terdapat sebuah sungai yang jernih dan suara airnya mengalir memecahkan keheningan disekelilingnya. Terkadang di hutan yang mengelilingi Stasiun Penelitian Cikaniki dijumpai Monyet Surili bergelantungan.
Sekitar 200 meter utara stasiun Cikaniki, terdapat menara penelitian atau biasa dipakai untuk pengamatan burung. Menara ini biasa disebut Canopy Trail yaitu berupa jembatan gantung yang saling terhubung dan bertumpu pada empat pohon besar. Panjang jembatan ini tidak kurang dari 100 meter dengan ketinggian 25-30 meter. Dari atas jembatan ini kita dapat melihat pemandangan yang indah yaitu dengan melihat tajuk-tajuk pohon besar dengan anak sungai Ciberang mengalir dibawahnya. Pada malam hari, dibawah Canopi Trail, tepatnya disekitar kaki tangga naik kita bisa melihat jamur yang berflurocence atau menyala dalam kegelapan hutan disela-sela semak dan tanaman yang tumbuh disana. Salah seorang kawan ketika melihat kilauan jamur-jamur tersebut mengungkapkan kekagumannya, ”bagaikan light in dark ya...keren banget...”,. Tidak salah memang kekagumannya, karena jamur yang di siang hari terlihat berbentuk bulat putih kecil-kecil akan terluhat menyala tersebar di sela-sela hijaunya dedaunan. Lima puluh meter dari stasiun, terdapat rumah pohon yang baru dibangun akhir tahun 2006 dan menjadi fasilitas baru kawasan taman nasional ini.

Begitu masuk kawasan taman nasional, mungkin anda akan langsung jatuh cinta dan merasa tidak puas untuk hanya sekali berkunjung. Sebagaimana halnya penulis, walaupun sudah berkali-kali mengunjunginya tetap selalu ada keinginan untuk kembali. Karena setiap kali kita datang selalu ada misteri dan pesona alam yang baru. Terlebih ketika melihat sang raja udara, Elang Jawa berputar-putar di udara di atas perkebunan teh Nirmala Agung, Citalahab (±2 km dari Stasiun Penelitian Cikaniki) merupakan pengalaman yang sulit untuk dilupakan.

Untuk sampai di kampung Citalahab masih dengan jalan yang berbatu kita akan melewati jalur yang menuju air terjun, Curug Macan (±300 meter dari stasiun) yang pernah menjadi habitatnya Macan Tutul. Letaknya yang tidak terlalu jauh dari stasiun Cikaniki, Curug Macan sangat sayang untuk dilewatkan. Di air terjun tersebut kita bisa mandi dan beristirahat sejenak menikmati kesegaran airnya. Kemudian kita akan melewati perkebunan teh Nirmala Agung. Hamparan perkebunan teh ini begitu luas di areal yang berbukit-bukit. Ketika kabut naik pemandangan disekitar perkebunan teh sungguh luar biasa karena kita akan melihat kabut atau halimun menggelayuti tanaman teh dan hutan tropis hijau dan lebat yang menjadi latar belakangnya. Sewaktu kabut muncul diantara lebatnya hutan tersebut, pemandangan tampak semakin mempesona dan menakjubkan

Selain jalur tersebut di atas ada jalur lain yang lebih menarik lagi untuk menuju kampung Citalahab, yaitu melalui jalan setapak yang disebut Loop Trail sepanjang ±3,8 km, melalui Stasiun Penelitian Cikaniki dan Canopy Trail. Sepanjang jalur loop trail ini dengan melintasi hutan tropis yang sudah dilengkapi dengan papan petunjuk dan beberapa bangunan sebagai shelter atau pos untuk beristirahat, kita akan menikmati kekayaan hutan yang berada dalam kawasan. Disepanjang jalur kita akan melihat beberapa jenis Anggrek hutan, Kupu-kupu, tanaman Suplir, Kantong Semar, pohon-pohon yang usianya bisa mencapai ratusan tahun, serta berbagai aneka tumbuhan dan fauna hutan lainnya. Jika beruntung kita bisa juga menjumpai Monyet Ssurili dan Owa Jawa. Kita juga akan melintasi sungai yang jernih dan sejuk. Ujung dari loop trail ini sebuah bumi perkemahan yang berada persis di Kampung Citalahab dengan pemandangan perkebunan teh yang memukau serta sebuah sungai jernih yang mengalir di bawahnya.

Jika ingin merasakan suasana jungle trekking yang lebih menantang kita bisa masuk ke dalam hutan lebih jauh lagi menuju air terjun yang tidak terlalu besar namun indah, karena letaknya benar-benar di dalam hutan yang perawan, Curug Cikudapaeh. Air terjun ini memiliki kolam yang bisa digunakan untuk mandi diantara dinding-dinding batu yang bergema. Masih melalui jalan setapak, loop trail, di pertigaan yang mengarah ke Kampung Citalahab Bedeng (arah ke kanan), kita harus memilih jalur lain ke sebelah kiri atau lurus untuk sampai di curug Cikudapaeh. Jalur ini jarang sekali ditempuh orang sehingga terkadang kita harus menerabas, karenanya tidak dianjurkan untuk berjalan sendiri tanpa pemandu dari taman nasional. Dianjurkan menggunakan sepatu jika ingin trekking melalui jalur ini karena beberapa lokasi berlumpur. Dengan berjalan kaki normal dalam waktu ±4 jam kita sudah sampai di Curug Cikudapaeh. Untuk keluar kita bisa kembali melalui jalan semula atau menyeberangi Sungai Cikudapaeh keluar melalui kampung Citalahab Bedeng dan kembali lagi ke kampung Citalahab Bawah melalui perkebunan teh.

Di kampung Citalahab Bawah terdapat guest house yang dikelola masyarakat setempat. Guest house yang berarsitektur tradisonal sunda tersebut berada persis bersebelahan dengan Bumi Perkemahan Citalahab dan dibatasi sebuah sungai dengan perkampungan penduduk. Walaupun bergaya tradisional, guest house ini cukup lengkap termasuk dapur, ruang makan, MCK yang cukup modern, dan sebuah balai kecil seperti balai pertemuan petani yang bisa menjadi tempat berkumpul.

Tetapi jika ingin bersosialisasi dengan penduduk Kampung Citalahab Bedeng, kita bisa menggunakan home stay yang juga dikelola oleh penduduk setempat. Home stay tersebar di beberapa rumah penduduk lengkap dengan gaya arsitektur sunda dan biasanya wisatawan asing senang menggunakan home stay ini.

Jadi semua kembali kepada anda, ingin menggunakan tempat yang lebih modern seperti Stasiun Penelitian Cikaniki. Atau ingin yang lebih tradisional, bersentuhan langsung dengan masyarakat dan berada diantara perkebuhan teh yang menghijau, seperti guest house dan home stay di Citalahab.

Tidak jauh dari Kampung Citalahab masih ada obyek menarik lainnya, yaitu pabrik teh Nirmala Agung. Jika sedang beroperasi, kita dapat melihat langsung proses pembuatan teh di pabrik yang berada sekitar 6 km dari Kampung Ctalahab. Teh hasil pengolahan pabrik ini terasa lebih nikmat dan beraroma khas. Dari pabrik pembuatan teh, kita bisa menuju Curug Piit yang merupakan air terjun yang tinggi, besar dan indah. Curug Piit jaraknya jaraknya tidak terlalu jauh dari pabrik pembuatan teh, kira-kira 2 km lagi dengan melewati perkampungan dimana terdapat persawahan dan lumbung padi tradisional.

Tantangan Mendaki Menuju Puncak Gunung Kendeng
Melakukan pendakian menuju puncak Gunung Kendeng +/- 1.625 mdpl) di kawasan taman nasional ini merupakan kegiatan menantang lainnya. Di butuhkan waktu sekitar 3-4 jam dari stasiun penelitian Cikaniki untuk sampai puncaknya.

Sepanjan perjalanan menuju puncak Gunung Kendeng, kita akan melintasi hutan hujan tropis yang sangat asri dan bersih. Medan pendakian yang akan kita lalui terlihat sangat bersih tanpa sampah sedikitpun. Jalan setapak menuju puncak Gunung Kendeng tidak terlalu lebar dan di beberapa jalur sedikit tertutup atau bahkan tertutup sama sekali oleh semak-semak.

Medan pendakian mempunyai kemiringan yang bervariasi. Sekitar 90 menit berjalan dari stasiun penelitian Cikaniki, kita akan tiba di satu areal yang cukup datar dan luas. Dari tempat tersebut kita dapat melihat pemandangan yang sangat menarik, indah dan bebas ke arah lembah atau lereng gunung.

Kemudian perjalanan di lanjutkan kembali melalui hutan hujan tropis yang semakin rapat. Di sepanjang jalur kita dapat menemukan beberapa tumbuhan jenis jamur dan beberapa di antaranya bahkan mempunyai bentuk yang unik. Salah satunya jamur yang bentuknya sebagaimana yang pernah kita lihat dalam film kartun ”Mario Bross”.

Setelah beberapa saat melintasi jalur pendakian yang lumayan landai dan cukup panjang, kemudian jalur pendakian kembali menanjak. Sekitar 1.5 hingga 2 jam kemudian pun kita akan tiba di puncak Gunung Kendeng. Puncak Gunung Kendeng hanya sebuah dataran yang tidak terlalu luas, dimana disekelilingnya ditumbuhi semak-semak. Namun, pendakian menuju puncak Gunung Kendeng benar-benar menawarkan pemandangan yang menakjubkan. Di sepanjang jalur kita akan di suguhkan suasana hutan hujan tropis yang masih sangat terawat. Jika beruntung, kita juga dapat melihat Owa Jawa dan Surili di sepanjang jalur. Suasana hutan hujan tropis yang masih asli dan berbagai keanekaragaman tumbuhan juga menjadi pemandangan tersendiri bagi kita sepanjang perjalanan.

Obyek Wisata dan Kegiatan Lainnya
Selain berbagai kegiatan dan obyek yang telah disebutkan di atas, sebenanya masih ada obyek menarik lainnya yang bisa kita kunjungi, diantaranya, mengunjungi bangunan tua sisa zaman Megalitikum – Candi Cibedug. Bangunan berundak yang terbuat dari tanah ini dapat ditempuh dengan jarah sekitar 8 kilometer melalui desa Citorek. Acara ritual di sekitar Candi Cibedug biasa di pimpin oleh tujuh orang yang disucikan oleh penduduk setempat.

Jika ingin menyaksikan berbagai atraksi budaya dan kesenian tradisional sunda, anda bisa datang di antara bulan Juli sampai dengan Agustus, karena biasanya pada bulan-bulan tersebut diadakan acara pesta panen – Sereun Taon. Acara yang diikuti oleh seluruh masarakat Kasepuhan Banten Kidul ini dipimpin oleh tokoh kasepuhan, Abah Anom. Sereun Taon merupakan pesta panen sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur atas limpahan hasil panen yang diberikan sang Pencipta kepada masyarakat kasepuhan. Upacara Sereun Taon di adakan di Kampung Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Untuk mencapai ke lokasi bisa melalui Sukabumi – Pelabuhanratu – Cisolok dan kemudian berhenti di Desa Cileungsing. Dari Desa Cileungsing untuk menuju Desa Sirnaresmi harus berhenti di Kampung Pangguyangan. Semua kendaraan roda empat hanya bisa sampai di Pangguyangan, karena jalan yang menuju Kampung Ciptagelar selanjutnya sangat berat, kecuali jika menggunakan kendaraan sejenis 4WD atau Jeep. Selain menggunakan mobil sejenis Jeep, kita bisa melanjutkannya dengan menggunakan ojeg atau berjalan kaki.

No comments: