Berada di belakang layar komputer selama berjam-jam pasti melelahkan, tapi jika Anda memilih posisi duduk tepat, mungkin rasa lelah dan penat itu tidak akan terjadi.
Berikut ini adalah beberapa saran dari American Academy of Orthopaedic Surgeons bagi Anda yang ingin berlama-lama di depan komputer:
* Pilih kursi yang mudah disesuaikan posisinya, stabil, memiliki sandaran, dan dilengkapi dengan roda yang menyentuh lantai minimal lima titik.
* Pastikan lutut Anda sejajar dengan pinggul Anda meski kaki Anda menyentuh lantai.
* Gunakan sandaran tangan yang dapat disesuaikan untuk mendukung lengan dan meletakkan siku Anda dekat dengan pinggang.
* Pastikan kursi memiliki busa empuk dan memberi ruang setidaknya satu inci di atas paha dan pinggul Anda.
* Kursi harus sedikit mengarah ke lantai. Juga harus ada ruang di antara bagian belakang lutut Anda dengan kursi.
Thursday, January 13, 2011
Tak Selamanya Suplemen Vitamin C Manjur Tangkal Flu
Cuaca yang tak menentu membuat seseorang rawan terserang sakit, satu di antaranya flu. Penyakit itu kerap kali menjadi langganan saat cuaca buruk. Berbagai upaya pun dilakukan untuk menangkal flu seperti mengonsumsi suplemen vitamin C.
Tak bisa disangkal suplemen itu sukses mencegah flu. Tapi tak selamanya manjur, lho. 5. Sejumlah penelitian membuktikan suplemen itu tak lebih baik dari vitamin C alami. Sumber vitamin C seperti jeruk dan lemon justru berptensi tinggi untuk memperkuat imun tubuh ketimbang pil-pil tersebut.
Selain itu, ada pula beberapa usaha yang dipercaya bisa mengangkis flu. Padahal kenyataannya tak manjur sama sekali. Lima di antaranya yakni:
1. Vaksin
Vaksin mungkin membantu meminimkan virus influenza, tapi tak bisa 100 persen. Mengapa? Karena virus pandai bermutasi sehingga susah dikenali oleh imun tubuh.
2. Sabun antibakterial
Baik sakit maupun sehat, cuci tangan merupakan hal yang wajib dilakukan bila ingin tubuh tetap dalam kondisi sehat. Mengganti sabun biasa dengan antibakteri ternyata tak membawa perbedaan sedikitpun. Begitu pula jika Anda menghabiskan waktu lebih lama menggosok tangan.
Flu itu bukan bakteri melainkan virus, Jadi, Anda tak perlu repot-repot mengganti sabun.
3. Menghindari cuaca dingin
Mendekam dalam rumah tiap kali cuaca memburuk tak menjamin seseorang pasti luput dari flu. Virus sebenarnya kurang bersahabat dengan cuaca dingin. Mereka cenderung mencari tempat yang hangat untuk berkembang. Hal itu membuat rumah, kantor, dan area lain yang kering serta hangat menjadi tempat paling tepat untuk itu.
4. Olahraga dan diet
Banyak orang terkecoh saat berpikir bahwa olahraga dan diet tepat menahan serangan flu. Mengonsumsi makanan tepat dan berolahraga hanya memecahkan sebagian masalah. Sisanya adalah tanggung jawab dari pola hidup yang dijalani.
5. Lebih aman bersalaman?
Banyak orang menganggap mencium seseorang yang sedang kena flu bisa menularkan virusnya. Sehingga, bersalaman saja lebih aman. Padahal seperti yang kita ketahui bersama, seseorang cenderung menutup mulut dan hidung dengan tangan ketika bersin atau batuk. Jadi, siapa bilang bersalaman lebih aman?
Tak bisa disangkal suplemen itu sukses mencegah flu. Tapi tak selamanya manjur, lho. 5. Sejumlah penelitian membuktikan suplemen itu tak lebih baik dari vitamin C alami. Sumber vitamin C seperti jeruk dan lemon justru berptensi tinggi untuk memperkuat imun tubuh ketimbang pil-pil tersebut.
Selain itu, ada pula beberapa usaha yang dipercaya bisa mengangkis flu. Padahal kenyataannya tak manjur sama sekali. Lima di antaranya yakni:
1. Vaksin
Vaksin mungkin membantu meminimkan virus influenza, tapi tak bisa 100 persen. Mengapa? Karena virus pandai bermutasi sehingga susah dikenali oleh imun tubuh.
2. Sabun antibakterial
Baik sakit maupun sehat, cuci tangan merupakan hal yang wajib dilakukan bila ingin tubuh tetap dalam kondisi sehat. Mengganti sabun biasa dengan antibakteri ternyata tak membawa perbedaan sedikitpun. Begitu pula jika Anda menghabiskan waktu lebih lama menggosok tangan.
Flu itu bukan bakteri melainkan virus, Jadi, Anda tak perlu repot-repot mengganti sabun.
3. Menghindari cuaca dingin
Mendekam dalam rumah tiap kali cuaca memburuk tak menjamin seseorang pasti luput dari flu. Virus sebenarnya kurang bersahabat dengan cuaca dingin. Mereka cenderung mencari tempat yang hangat untuk berkembang. Hal itu membuat rumah, kantor, dan area lain yang kering serta hangat menjadi tempat paling tepat untuk itu.
4. Olahraga dan diet
Banyak orang terkecoh saat berpikir bahwa olahraga dan diet tepat menahan serangan flu. Mengonsumsi makanan tepat dan berolahraga hanya memecahkan sebagian masalah. Sisanya adalah tanggung jawab dari pola hidup yang dijalani.
5. Lebih aman bersalaman?
Banyak orang menganggap mencium seseorang yang sedang kena flu bisa menularkan virusnya. Sehingga, bersalaman saja lebih aman. Padahal seperti yang kita ketahui bersama, seseorang cenderung menutup mulut dan hidung dengan tangan ketika bersin atau batuk. Jadi, siapa bilang bersalaman lebih aman?
Asap Rokok Bikin Anak Berisiko Hipertensi
Satu lagi peringatan bagi orang tua yang merokok. Asap rokok ternyata dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi atau hipertensi bagi anak-anak. Peringatan itu disampaikan peneliti asal Swiss, Dr Giacomo D Simonetti, baru-baru ini.
"Pencegahan terjadinya penyakit dewasa seperti stroke atau serangan jantung harus dimulai secara konsisten sejak masa kanak-kanak," kata penulis utama studi yang juga asisten profesor pediatri di Children's Hospital di University of Bern.
Ia memaparkan asap rokok dapat menimbulkan risiko kardiovaskular substansial dan jangka panjang bagi kesehatan anak-anak. Simonetti mengatakan anak-anak baiknya dihindarkan dari asap rokok agar risiko itu dapat dicegah di kemudian hari. Menurutnya, merokok pasif adalah faktor risiko yang dapat dihindari.
Simonetti, yang menggarap studi saat bertugas di University of Heidelberg di Jerman, bersama koleganya melaporkan temuan mereka dalam jurnal Circulation edisi online 10 Januari.
Mereka mencatat tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung. Para peneliti mengukur dampak asap rokok pada anak-anak dengan menganalisa data 4.236 anak laki-laki dan perempuan yang sehat. Bocah-bovah itu berusia sekitar 5 hingga 6 tahun yang tinggal di Jerman. Hampir 29 persen ayah dari anak-anak itu dan hampir 21 persen ibu mereka adalah perokok. Dari sekitar 12 persen anak-anak memiliki kedua orangtua yang merokok.
Peneliti pun mempertimbangkan faktor-faktor risiko penyakit jantung lainnya seperti berat badan rendah saat lahir, lahir prematur, indeks massa tubuh tinggi, dan orangtua dengan tekanan darah tinggi. Orangtua yang merokok tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk tekanan darah tinggi di kalangan anak-anak.
Anak-anak yang terpapar asap rokok dari orangtua memiliki kemungkinan 21 persen lebih tinggi dalam ukuran tekanan darah. Ibu yang merokok lebih memberikan dampak buruk pada anak ketimbang ayah perokok. Peneliti mengatakan kemungkinan itu karena ibu lebih banyak meluangkan waktu bagi anak daripada ayah mereka.
Jadi, apakah masih ada hambatan lain agar Anda mempertimbangkan kebiasaan merokok?
"Pencegahan terjadinya penyakit dewasa seperti stroke atau serangan jantung harus dimulai secara konsisten sejak masa kanak-kanak," kata penulis utama studi yang juga asisten profesor pediatri di Children's Hospital di University of Bern.
Ia memaparkan asap rokok dapat menimbulkan risiko kardiovaskular substansial dan jangka panjang bagi kesehatan anak-anak. Simonetti mengatakan anak-anak baiknya dihindarkan dari asap rokok agar risiko itu dapat dicegah di kemudian hari. Menurutnya, merokok pasif adalah faktor risiko yang dapat dihindari.
Simonetti, yang menggarap studi saat bertugas di University of Heidelberg di Jerman, bersama koleganya melaporkan temuan mereka dalam jurnal Circulation edisi online 10 Januari.
Mereka mencatat tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung. Para peneliti mengukur dampak asap rokok pada anak-anak dengan menganalisa data 4.236 anak laki-laki dan perempuan yang sehat. Bocah-bovah itu berusia sekitar 5 hingga 6 tahun yang tinggal di Jerman. Hampir 29 persen ayah dari anak-anak itu dan hampir 21 persen ibu mereka adalah perokok. Dari sekitar 12 persen anak-anak memiliki kedua orangtua yang merokok.
Peneliti pun mempertimbangkan faktor-faktor risiko penyakit jantung lainnya seperti berat badan rendah saat lahir, lahir prematur, indeks massa tubuh tinggi, dan orangtua dengan tekanan darah tinggi. Orangtua yang merokok tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk tekanan darah tinggi di kalangan anak-anak.
Anak-anak yang terpapar asap rokok dari orangtua memiliki kemungkinan 21 persen lebih tinggi dalam ukuran tekanan darah. Ibu yang merokok lebih memberikan dampak buruk pada anak ketimbang ayah perokok. Peneliti mengatakan kemungkinan itu karena ibu lebih banyak meluangkan waktu bagi anak daripada ayah mereka.
Jadi, apakah masih ada hambatan lain agar Anda mempertimbangkan kebiasaan merokok?
Subscribe to:
Comments (Atom)