Thursday, January 13, 2011

5 Tips Menghindari Copet di Angkot Bandung

Copet beraksi dimana-mana, termasuk di Bandung. Tempat favorit para pencopet selain keramaian seperti pasar, adalah transportasi umum seperti angkot. Sebagai korban copet angkot sebanyak 2x, saya ingin berbagi tips menghindari copet. Mari simak berikut ini :
  1. Berdoa sebelum naek angkot, bahkan saat baru keluar rumah sekalipun.
  2. Tidak memperlihatkan barang berharga dompet, hp, tas yang bisa membuat copet mencari sasaran.
  3. Simpan hp dan dompet di tempat yg sulit di ambil copet.
  4. Duduk di depan -samping supir angkot- jika masih kosong, duduk di bagian belakang pak supir atau duduk di ujung belakang supir. Hal ini bisa memudahkan kita untuk turun dari Angkot waktu copet mulai beraksi.
  5. Perhatikan ciri-ciri copet berikut ini :
  • Mereka membawa barang bawaan berupa tas (ransel) yang kosong (alias kempes).
  • Mereka naik angkot satu persatu berjarak 1-3 meter antara satu orang copet dengan kru copet lainnya. Jadi aneh bukan kalau tiap 1 - 3 meter ada orang berturut-turut (4-5 orang) naik angkot. Mencurigakan.
  • Mereka berjumlah lebih dari 3 orang.
  • Mereka pasang muka tegang seperti anak kecil yang sedang berbohong.
  • ketika angkot sudah penuh oleh mereka, maka mereka mulai sibuk sendiri entah kenapa. Kasak kusuk tidak jelas. Sangat mencurigakan.
Nah, kalau ciri-ciri itu sudah kelihatan, sudah jangan ambil resiko untuk terus-terusan ada di dalam angkot tersebut. Segera teriak 'KIRI!' dan turun dari angkot.
Kita tidak sedang curiga, tapi waspada.
Selamat naik angkot.

Pasien Stroke Sebaiknya Hindari Statin


Orang yang mengalami jenis stroke yang menyebabkan pendarahan di otak harus menghindari konsumsi obat penururun kolesterol yang dikenal sebagai statin, demikian menurut para peneliti Amerika Serikat.

Meskipun statin umumnya dipakai untuk mencegah serangan jantung dan stroke, namun dikatakan peneliti obat tersebut dapat peningkatkan risiko serangan stroke kedua pada pasien. Risiko ini lebih berat dibandingkan manfaat yang bisa dipetik dari obat tersebut.

"Analisis kami mengindikasikan bahwa jika terjadi risiko pendarahan pada otak yang berulang, sebaiknya hindarilah terapi statin,” saran Dr. Brandon Westover of Massachusetts General Hospital and Harvard Medical School dan para koleganya dalam tulisannya di Archives of Neurology, seperti dilansir Reuters, Senin (10/1).

Itu terutama berlaku orang yang mengalami stroke pada salah satu dari empat lobus otak - frontal, parietal, temporal, atau oksipital - yang berulang lebih sering daripada stroke seperti yang terjadi jauh di dalam otak.

Westover  mengatakan merekayang memiliki jenis stroke tersebut memiliki risiko 22% mengalami serangan stroke kedua saat mengonsumsi statin, dibandingkan dengan risiko 14% pada orang yang tidak minum statin. Temuan ini didasarkan pada data model matematika dari dua uji klinis.

Para peneliti mengatakan tidak jelas bagaimana statin dapat meningkatkan risiko pendarahan pada pasien. Mungkin dengan penurunan kolesterol meningkatkan risiko pendarahan pada otak, atau bisa juga statin mempengaruhi efek pembekuan darah yang meningkatkan risiko pendarahan otak pada pasien stroke.

Statin membantu menurunkan kolesterol jahat (low-density lipoprotein/LDL) yang bisa menuntun pada penggumpalan darah yang dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Statin tercatat sebagai obat dengan penjualan terbaik dewasa ini, diperkuat dengan berbagai studi yang menunjukkan kemampuannya mengurangi risiko serangan jantung dan stroke.

Dr. Larry Goldstein dari Duke University dan Durham VA Medical Center di North Carolina mengatakan bahwa temuan itu tidak membuktikan bahwa statin meningkatkan risiko seperti disebutkan tadi. Namun dia mengatakan dengan tiadanya data percobaan klinis yang berkualitas tinggi, temuan itu bisa membantu para dokter membuat keputusan lebih baik untuk pasien dengan risiko jantung agar bisa memetik manfaat dari statin.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat, membunuh satu dari lima orang dewasa.

Remaja Banyak Konsumsi Gula Rentan Sakit Jantung

Remaja yang pola makannya mengandung banyak gula akan menunjukkan tanda-tanda meningkatnya risiko penyakit jantung saat dewasa.

Para peneliti dari Emory University mengatakan 2.157 anak remaja yang ikut ambil bagian dalam National Health and Nutrition Examination Survey, rata-rata jumlah tambahan gula yang dikonsumsi dalam sehari adalah 119 gram (476 kalori), yang merupakan 21,4 persen dari semua kalori yang dikonsumsi remaja setiap hari.

"Kita perlu memperhatikan konsumsi gula," kata ketua tim peneliti, Jean Welsh, seraya menambahkan bahwa minuman ringan dan minuman bersoda selama ini menjadi penyumbang kalori besar pada diet remaja, padahal minuman ini hampir tak memiliki gizi penting.

Kesadaran akan dampak negatif dari asupan gula tambahan dapat membantu, terutama remaja, untuk mengurangi jumlah asupan gula mereka, ujarnya dalam studi yang diterbitkan secara online di jurnal Circulation edisi 10 Januari.

Tim Welsh menemukan fakta bahwa remaja yang paling banyak mengonsumsi tambahan gula memiliki kandungan kolesterol jahat (LDL) 9 persen lebih tinggi, dan trigliserida (jenis lain lemak darah) 10 persen lebih tinggi, dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi tambahan gula paling sedikit. Remaja yang tertinggi asupan gulanya juga memiliki kadar kolesterol baik (HDL) lebih rendah daripada mereka yang asupan gula tambahannya paling sedikit.

Selain itu, remaja yang konsumsi gula tambahannya tertinggi menunjukkan tanda-tanda resistensi insulin, yang dapat mengarah pada diabetes dan berisiko penyakit jantung.